BAB IV
RUMUSAN DAN
SISTEMATIKA PANCASILA
DALAM
SEJARAH PERKEMBANGAN KETATANEGARAAN
1.
PENDAHULUAN
Pancasila sebagai dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia telah diterima secara luas dan telah bersifat final.
Hal ini kembali ditegaskan dalam Ketetapan MPR No XVIII/MPR/1998 tentang
Pencabutan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No.
II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya
Pancakarsa) dan Penetapan tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara jo
Ketetapan MPR No. I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.
Selain itu Pancasila sebagai dasar negara merupakan hasil kesepakatan bersama
para Pendiri Bangsa yang kemudian sering disebut sebagai sebuah “Perjanjian
Luhur” bangsa Indonesia.
Namun dibalik itu terdapat sejarah panjang perumusan sila-sila Pancasila
dalam perjalanan ketata negaraan Indonesia. Sejarah ini begitu sensitif dan
salah-salah bisa mengancam keutuhan Negara Indonesia. Hal ini dikarenakan
begitu banyak polemik serta kontroversi yang akut dan berkepanjangan baik
mengenai siapa pengusul pertama sampai dengan pencetus istilah Pancasila.
Artikel ini sedapat mungkin menghindari polemik dan kontroversi tersebut. Oleh
karena itu artikel ini lebih bersifat suatu "perbandingan" (bukan
"pertandingan") antara rumusan satu dengan yang lain yang terdapat
dalam dokumen-dokumen yang berbeda. Penempatan rumusan yang lebih awal tidak
mengurangi kedudukan rumusan yang lebih akhir.
Dari kronik sejarah setidaknya ada beberapa rumusan Pancasila yang telah
atau pernah muncul. Rumusan Pancasila yang satu dengan rumusan yang lain ada
yang berbeda namun ada pula yang sama. Secara berturut turut akan dikemukakan
rumusan dari Muh Yamin, Sukarno, Piagam Jakarta, Hasil BPUPKI, Hasil PPKI, Konstitusi RIS, UUD Sementara, UUD 1945 (Dekrit Presiden 5 Juli 1959), Versi Berbeda, dan Versi populer
yang berkembang di masyarakat.
2. RUMUSAN PANCASILA DALAM NASKAH UUD YANG
PERNAH BERLAKU
Perjalanan
Ketatanegaraan Indonesia mengalami pasang surut seiring dengan perjalanan
waktu. Setelah Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, sehari kemudian dimulailah
lembaran baru ketatanegaraan Indonesia yaitu dengan disahkannya UUD 1945 oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Sebagai bentuk hukum dasar
tertulis UUD 1945 merupakan sumber hukum, artinya segala peraturan yang ada
dalam ketatanegaraan haruslah bersumber pada UUD 1945. Sehingga setiap
peraturan yang tidak sesuai dengan UUD maka peraturan tersebut
dihapuskan.Tetapi sejarah mencatat, bahwa ketatanegaraan Indonesia mengalami
dinamisasi seiring dengan perubahan rumusan dasar Negara yang menjadi landasan
pijak keberlangsungan berbangsa dan bernegara itu sendiri.
A. Rumusan Dan Sistematika Pancasila Dalam Sejarah
Perkembangan Ketatanegaraan Periode 17 Agustus 1945 Sampai 27 Desember 1949
Pembentukan
BPUPKI (29 April 1945) Sidang Pertama (29 Mei – 1 Juni 1945) : Muh. Yamin
menyampaikan usulan tertulis rancangan UUD RI. Di dalamnya tercantum rumusan
lima asas dasar
negara :
a.
Ketuhanan yang Maha Esa
b.
Kebangsaan Persatuan Indonesia
c.
Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
d.
Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan
e.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Pembentukan
BPUPKI (29 April 1945) Sidang Pertama (29 Mei – 1 Juni 1945) : Ir. Soekarno di
hari ketiga menyampaikan lima hal untuk menjadi dasar-dasar negara yaitu :
a.
Kebangsaan Indonesia
b.
Internasionalisme atau Perikemanusiaan
c.
Mufakat atau Demokrasi
d.
Kesejahteraan Sosial
e.
Ketuhanan yang Berkebudayaan
Panitia
Kecil pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil menyusun Rancangan Pembukaan UUD 1945
yang disebut dengan Piagam Jakarta. Di
dalamnya terdapat rumusan Sistematika Pancasila yaitu :
b.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
c.
Persatuan Indonesia
d.
Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan Perwakilan
e.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sidang Kedua (10 – 17 Juli 1945) :
Selain mengesahkan Piagam Jakarta sebagai mukaddimah Rancangan UUD 1945, BPUPK juga
mengesahkan batang tubuh UUD 1945 yang memuat ketentuan penting yaitu :
a.
Negara berdasar ketuhanan yang maha esa dengan
kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemeluk-pemeluknya.
b.
Presiden adalah orang Indonesia asli yang beragama
Islam
Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPKI menerima
laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua
panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam
laporan tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum tiga masalah pokok
yaitu :
3.
Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan sebagai "Undang-Undang Dasar 1945", yang isinya meliputi :
Wilayah negara Indonesia adalah sama
dengan bekas wilayah Hindia-Belanda dahulu,
ditambah dengan Malaya, Borneo Utara
(sekarang adalah wilayah Sabah dan wilayah
Serawak di negara Malaysia, serta
wilayah negara Brunei Darussalam), Papua, Timor-Portugis (sekarang
adalah wilayah negara Timor Leste), dan
pulau-pulau di sekitarnya,
Konsep proklamasi kemerdekaan negara
Indonesia baru
rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta",
sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta".
Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI
mengenai penerapan aturan Islam, Syariat Islam, dalam
negara Indonesia baru.
"Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" pada
akhirnya disetujui.
Sementara itu dalam sidang "PPKI" pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam hitungan kurang dari 15
menit dalam semangat Negara ”semua untuk semua” Bung Hatta berupaya melakukan
lobi-lobi
politik dan kompromi telah terjadi kesepakatan dari pihak kaum keagamaan yang beragama
non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut ajaran kebatinan,
yang kemudian diikuti oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") guna
melunakkan hati pihak tokoh-tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam yaitu tokoh-tokoh pemimpin Islam seperti Ki Bagoes Hadikoesoemo, Kasman
Singodimedjo, Teoekoe M. Hasan, dan
K.H.Wachid Hasjim. guna dihapuskannya "tujuh kata"
dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter". Dan pada akhirnya selesailah rumusan tentang asas Negara Republik
yang bunyinya seperti rumusan Pancasila yang kita kenal sekarang ini dalam
alinea keempat pembukaan UUD 1945.
Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke
dalam ruang sidang "PPKI" dan membacakan empat
perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik tersebut.
Hasil perubahan yang kemudian disepakati sebagai "pembukaan (bahasa Belanda: "preambule") dan batang
tubuh Undang-Undang Dasar 1945", yang saat ini biasa disebut
dengan hanya UUD '45
adalah :
·
Pertama, kata “Mukaddimah” yang
berasal dari bahasa Arab,
muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan”.
·
Kedua, anak kalimat "Piagam Jakarta" yang
menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, diganti dengan, “Negara
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
·
Ketiga, kalimat yang menyebutkan “Presiden
ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam”, seperti tertulis dalam pasal
6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “dan beragama Islam”.
·
Keempat, terkait perubahan poin Kedua,
maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “Negara berdasarkan
atas Ketuhananan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi berbunyi: “Negara berdasarkan
atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
B. Babak Baru Rumusan Pancasila Setelah
Proklamasi
Sistematika Pancasila dalam Sejarah Perkembangan
Ketatanegaraan : Periode 17 Agustus 1945 – 27 Desember 1949 Sebagaimana
diketahui pada periode pertama terbentuknya Negara RI, konstitusi yang berlaku
adalah UUD 1945, yang ditetapkan dan disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus
1945, yang dalam pembukaan UUD 1945 tersebut, terdapat rumusan Pancasila.
Rumusan dasar Pancasila yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 inilah yang sah
dan benar, karena disamping mempunyai kedudukan konstitusional, juga disahkan
oleh suatu badan yang mewakili seluruh bangasa Indonesia (PPKI) yang berarti
pula disepakati oleh seluruh bangsa Indonesia.
Adapun
rumusan dasar Negara Indonesia yang terkenal dengan “Pancasila” yaitu:
1. Ketuhanan
Yang Maha Esa
2. Kemanusiaan
yang adil dan beradab
3. Persatuan
Indonesia
4.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyarawatan dan
perwakilan.
5. Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
C. Rumusan
Dan Sistematika Pancasila Dalam Sejarah Perkembangan Ketatanegaraan
Periode 27 Desember 1949 Sampai 17
Agustus 1950
Dengan berdirinya Negara Republik Indonesia Serikat
(RIS), maka Republik Indonesia hanyalah merupakan salah satu Negara bagian
dalam negara RIS dan wilayahnya sesuai dengan pasal 2 UUD RIS adalah daerah
yang disebut dalam persetujuan Renville. UUD 1945 yang semula berlaku untuk
seluruh Indonesia, maka mulai 27 Desember 1949, hanya berlaku dalam wilayah
Negara bagian Republik Indonesia. Atas dasar pertimbangan, bahwa Badan pembuat
UUD RIS (yang dikenal dengan konstitusi RIS) kurang representatif, maka dalam
pasal 186 UUD RIS disebutkan bahwa konstituante bersama-sama dengan pemerintah
secepatnya menetapkan Konstitusi RIS, sehingga UUD RIS tersebut bersifat sementara.
Konstitusi RIS tersebut terdiri dari mukadimah, 197 pasal dan 1 lampiran. Dalam
mukadimah konstitusi RIS tersebut terdapat rumusan Pancasila, yang rumusannya
berbeda dengan Rumusan Panasila pada pembukaan UUD 1945.
Rumusan dan
sistematika Pancasila yang terdapat pada MUkaddimah konstitusi RIS tersebut,
adalah:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Peri Kemanusiaan
3. Kebangsaan
4. Kerakyatan
5. Keadilan Sosial
D. Rumusan dan sistematika pancasila dalam
sejarah perkembangan ketatanegaraan periode 17
agustus 1950 sampai 5 juli 1959.
Sistem ketatanegaraan berdasarkan konstitusi RIS tidak
berjalan lama karena isi konstitusi tidak mengakar dari kehendak rakyat dan
bukan merupakan keputusan politik dari rakyat Indonesia = pemaksaan dan
rekayasa pihak luar. Disepakatilah mendirikdan NKRI lagi (19 Mei 1950) dan
rancangan UUD dibuat oleh BPKNP, DPR dan Senat RIS disahkan (14 Agustus 1950)
dan mulai berlaku (17 Agustus 1950) Indonesia menggunakan UUDS 1950 ; UU No 7
Tahun 1950
Persetujuan mendirikan Negara kesatuan Republik
Indonesia kembali tertuang dalam perjanjian 19 mei 1950. Untuk mewujudkan
kemauan itu dibentuklah suatu panitia yang bertugas membuat UUD yang baru pada
tanggal 12 Agustus 1950. Rancangan UUD tersebut oleh Badan Pekerja Komite
Nasional Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat serta Senat RIS pada tanggal 14
Agustus 1950 disahkan, dan dinyatakan mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus
1950.
Pemberlakuan UUD 1950 ini dengan menggunakan pasal
190, pasal 127A, dan pasal 191 (ayat 2) UUD RIS maka dengan UU nomor 7 tahun
1950 lembaran Negara RIS 1950 nomor 56, yang berisi ketentuan, yaitu:
1. Indonesia
kembali menjadi Negara kesatuan dengan menggunakan UUD’S 1950 yang merupakan
hasil perubahan dari konstitusi RIS.
2. Perubahan
Bentuk susunan Negara dengan UUD’S 1950 secara resmi dinyatakan berlaku mulai
17 Agustus 1950.
Dalam
pembukaan UUD’S 1950 teradapat rumusan dan sistematika dasar Negara Pancasila
yang sama dengan yang tercantum dalam konstitusi RIS, yaitu:
(1) Ketuhanan Yang Maha Esa;
(2) Peri Kemanusiaan;
(3) Kebangsaan;
(4) Kerakyatan;
(5) Keadilan Sosial
Secara formal UU No.7 tahun 1950 tersebut hanya
sebagai perubahan saja dari konstitusi RIS, bukan suatu pergantian konstitusi
sehinggan Negara yang berdiri atas dasar perubahan konstitusi ini dapat
dinyatakan sebagai lanjutan dari Negara RIS. Tetapi secara substansi meteri
undang-undang, perubahan ini merupakan
suatu perubahanyang prinsip dan integral terhadap Konstitusi RIS. Sehingga
secara materi ‘seolah-olah’ lahir suatu UUD dasar yang baru karena di dalam
‘bungkusan’ UU No.7 Tahun 1950 termuat suatu UUDS 1950 yang lengkap dan
sempurna dengan pembukaan dan batang tubuhnya yang baru.
E. Rumusan dan sistematika pancasila dalam
sejarah perkembangan ketatanegaraan periode 5 juli 1959 sampai sekarang
Dengan dekrit Presiden 5 Juli 1959, maka berlaku
kembali UUD 1945. Dengan demikian rumusan dan sistematika Pancasila tetap
seperti yang tercantum dalam ‘Pembukaan UUD 1945 alinea ke empat’.
Untuk mewujudkan pemerintahan Negara berdasarkan UUD
1945 dan Pancasila dibentuklah alat-alat perlengkapan Negara:
a. Presiden dan
Menteri-Menteri
b. Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR)
c. Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS)
d. Dewan
Pertimbangan Agung Sementara
Pelaksanaan UUD 1945 periode ini
semenjak Dekrit 5 Juli 1959 dinyatakan kembali kepada UUD 1945, tetapi dalam
praktek ketatanegaraan hingga tahun 1966 ternyata belum pernah melaksanakan
jiwa dan ketentuan UUD 1945, terjadi beberapa penyimpangan, antara
lain:
a. Pelaksanaan
Demokrasi Terpempin, dimana Presiden membentuk MPRS dan DPAS dengan Penpres
Nomor 2 tahun 1955 yang bertentangan dengan system pemerintahan Presidentil
sebagaimana dalam UUD 1945;
b. Penentuan
masa jabatan presiden seumur hidup, hal ini bertentangan dengan pasal UUD yang
menyebutkan bahwa masa jabatan Presiden adalah 5 tahun dan setelahnya dapat
dipilih kembali.
c. Berdirinya
Partai Komunis Indonesia yang berhaluan atheisme, dan adanya kudeta PKI dengan
gerakan 30 September yang secara nyata akan membentuk Negara Komunis Indonesia.
Menyikapi kondisi ketatanegaraan yang tidak setabil
dan konsisten tersebut, memunculkan Tritura yang salah satu isinya adalah
pelaksanaan kembali secara murni dan konsekuen Pancasila dan UUD 1945
1). Masa 5
Juli 1959 – 11 Maret 1966
a.
Terjadi banyak pinyimpangan dan penyelewengan
b.
Keluarlah Tritura sebagai dasar terbitnya Supersemar
1966
2). Masa 11
Maret 1966 – 19 Oktober 1999
a.
Kilasan sejarah Orde Baru
b.
Kelemahan UUD 1945 dimanfaatkan oleh Presiden Soeharto
dengan menguasai proses rekrutmen MPR melalui rekayasa undang-undang susunan
dan kedudukan parlemen, meski pemilu terselenggara.
c.
21 Mei 1998 Presiden Soeharto mengundurkan diri.
3). Masa 19 Oktober 1999 – Sekarang
a.
Pertanggungjawaban BJ Habibie ditolak MPR
b.
Amandemen I UUD 1945 (19 Oktober 1999 – 18 Agustus
2000)
c.
Amandemen II UUD 1945 (18 Agustus 2000 – 9 Nov 2001)
d.
Amandemen III UUD 1945 (9 November 2001 – 10 Agustus
2002
e.
Amandemen IV UUD 1945 (10 Agustus 2002 - sekarang)
Hasil Amandemen UUD 1945 mempertegas
deklarasi negara hukum dari semula hanya ada di dalam penjelasan menjadi bagian
dari batang tubuh UUD 1945
a.
Pemisahan kekuasaan negara ditegaskan
b.
Dasar hukum sistem pemilu diatur
c.
Pemilu langsung diterapkan bagi presiden dan wakil
presiden
d.
Periodisasi lembaga kepresidenan dibatasi secara
tegas
e.
Kekuasaan kehakiman yang mandiri
f.
Akuntabilitas politik melalui proses rekrutmen anggota
parleman (suara terbanyak)
g.
Adanya perlindungan secara tegas terhadap HAM
h.
Satu hal yang perlu dicatat bahwa amandemen hanya
dilakukan terhadap batang tubuh UUD 1945 tanpa sedikitpun merubah pembukaan UUD
1945 yang pada hakekatnya adalah ruh negara proklamasi. Dengan tidak diubahnya
Pembukaan UUD 1945 maka sistematika dan rumusan Pancasila tidak mengalami
perubahan.
i.
Nilai dan filsafat Pancasila terbukti tetap bertahan
di sepanjang perubahan sistem ketatanegaraan Indonesia hingga saat ini. Ini
artinya, sistem filsafat (ontologi, epistemologi & aksiologi) dalam
Pancasila adalah kodrati karena selaras dengan nilai-nilai idealitas yang
diharapkan manusia.
Mewujudkan amanat reformasi perlu
adanya pembenahan dan penataan kembali terhadap system ketatanegaraan dan
pemerintahan Negara. Masalah utama Negara hukum Indonesia adalah UUD 1945
yang bersifat otorian, maka agenda utama pemerintahan pasca Soeharto adalah
reformasi konstitusi. Akhirnya, lahirlah beberapa amandemen terhadap UUD 1945.
Hasil amandemen konstitusi mempertegas deklarasi Negara hukum, dari semula
hanya ada di dalam penjelasan, menjadi bagian batang tubuh UUD 1945. Konsep
pemisahan kekuasaan Negara ditegaskan. MPR tidak lagi mempunyai kekuasaan yang
tak terbatas. Presiden tidak lagi membentuk undang-undang, tetapi hanya berhak
mengajukan dan membahas RUU. Kekuasaan diserahkan kembali kepada yang berhak,
yakni DPR.
Akuntabilitas politik melalui proses
rekrutmen anggota parlemen dan Presiden secara langsung, diperkuat lagi dengan
system pemberhentian mereka jika melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hukum
dan konstitusi.
Kekuasaan kehakiman yang mandiri diangkat
dari penjelasan menjadi materi Batang Tubuh UUD 1945. Lebih jauh, mahkamah
konstitusi dibentuk untuk mengawal kemurnian fungsi dan manfaat konstitusi,
karena salah satu kewenangan MK adalah melakukan constitutional review, menguji
keabsahan aturan undang-undang bila dihadapkan kepada aturan konstitusi. Satu
hal yang perlu dicatat, bahwa amandemen UUD 1945 ini hanya dilakukan terhadap
batang tubuh UUD 1945 [pasal-pasal] tetapi tidak dilakukan terhadap pembukaan
UUD 1945. Terdapat asumsi bahwa melakukan perubahan terhadap pembukaan UUD 1945
pada dasarnya akan mengubah Negara Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal
17 Agustus 1945. Karena pembukaan UUD 1945 hakikatnya adalah jiwa dan ruh
Negara proklamasi, sementara dasar Negara Republik Indonesia, yakni Pancasila
juga terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Maka sistematika dan rumusan Pancasila
tidak mengalami perubahan, yakni:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusaiian yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan dan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
3. PENUTUP
1.
Kesimpulan
Pada tanggal 22 Juni 1945 berhasil menyusun
Rancangan Pembukaan UUD 1945 yang disebut dengan Piagam Jakarta. Di
dalamnya terdapat rumusan Sistematika Pancasila yaitu :
2.
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
3.Persatuan
Indonesia
4.Kerakyatan
yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan
5.keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
2. Sistematika dan rumusan Pancasila
tidak mengalami perubahan, yakni:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Kemanusaiian yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4.Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan
dalam permusyawaratan dan perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila merupakan dasar negara dan ideologi bangsa
indonesia. Namun pada kenyataannya sekarang ini banyak masyarakat yang lupa
akan isi pancasila dan tidak tahu bagaimana terjadinya rumusan dan sistematika
pancasila. Oleh karena itu, dengan adanya kajian ini diharapkan dapat membantu
masyarakat mengingat kembali isi dari pancasila dan juga dapat memberi pengetahuan
kepada masyarakat tentang rumusan dan sistematika pancasila dalam sejarah
perkembangan ketatanegaraan Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar