Senin, 03 Februari 2014

1 bahan kajian PKn



BAB  I
BUDAYA POLITIK DI INDONESIA

1.  Pendahuluan

Salah satu aspek dalam kehidupan manusia adalah politik. Keterlibatan manusia dalam politik dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Dalam kehidupan sehari-hari, kegiatan politik menjadi bagian proses yang dilakukan warga negara. Setiap warga negara memiliki aspirasi dalam bidang politik. Hal tersebut ditunjukkan melalui pelaksanaan pemilihan kepala desa, pemilihan kepala daerah, pemilihan presiden, maupun pemilihan wakil rakyat.
Dalam bentuk lain, kegiatan politik warga negara diwadahi dalam sebuah organisasi yang disebut partai politik. Di dalamnya, setiap warga negara memperoleh pengetahuan dan pemahaman mengenai peran warga negara sebagai insan politik dan sistem politik. Dari organisasi partai politik diharapkan tercipta kematangan budaya politik.
Budaya politik merupakan bagian dari kehidupan politik. Budaya politik hanyalah dipandang sebagai kondisi-kondisi yang mewarnai corak kehidupan masyarakat tanpa memiliki hubungan dengan sistem politik dan struktur politik. Dalam pandangan tersebut, budaya politik memengaruhi dalam proses-proses politik.
Dari peristiwa politik yang tersaji melalui media massa, masyarakat dapat memberikan pendapat, memperoleh tambahan pemahaman dan pengetahuan cara kerja anggota dewan, dapat menilai kesungguhan para wakil rakyatnya, serta menunjukkan sikap dan perasaan tertentu. Pendapat, pemahaman, pengetahuan, sikap dan perasaan tersebut merupakan cerminan budaya politik masyarakat.
2. Konsep Budaya Politik
Konsep budaya politik berpusat pada imajinasi (pikiran dan perasaan) yang membentuk aspirasi, harapan, preferensi, dan prioritas tertentu dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan sosial politik. Masyarakat Indonesia secara sosiokultural mempunyai pola budaya politik dengan elemen yang pada prinsipnya bersifat dualistis, yang berkaitan dengan tiga hal, yaitu:
1)  Dualisme kebudayaan yang mengutamakan keharmonisan dengan kebudayaan yang mengutamakan kedinamisan (konfliktual). Dualisme ini bisa dilihat dalam interaksi kebudayaan yang dipengaruhi oleh nilai-nilai Jawa dengan kebudayaan yang dipengaruhi oleh kebudayaan luar Jawa, terutama Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Sulawesi.
2)  Dualisme antara budaya dan tradisi yang mengutamakan keleluasaan dengan yang mengutamakan keterbatasan. Hal ini merupakan pengaruh kemanunggalan militer-sipil dalam proses sosial politik semenjak Proklamasi sampai dengan Orde Baru.
3)   Dualisme implikasi masuknya nilai-nilai Barat ke dalam masyarakat Indonesia.
3. Pengertian Budaya Politik
Budaya politik yang berkembang dalam suatu negara dilatarbelakangi oleh beberapa hal, seperti situasi, kondisi, dan pendidikan masyarakat. Latar belakang tersebut tentunya terjadi di sekitar pelaku politik. Mereka dianggap memiliki kewenangan dan kekuasaan dalam membuat kebijakan. Dengan demikian, budaya politik yang berkembang dalam masyarakat suatu Negara akan mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
Untuk memahami tentang budaya politik, terlebih dahulu harus dipahami tentang pengertian budaya dan politik. Budaya berasal dari bahasa Sanskerta yaitu budhayah, bentuk jamak dari budhi yang artinya akal. Dengan demikian, budaya diartikan sebagai hal-hal yang berhubungan dengan akal atau budi. Budaya adalah segala yang dihasilkan oleh manusia berdasarkan kemampuan akalnya. Budaya memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) dapat dipelajari,
2) dapat diwariskan dan diteruskan,
3) hidup dalam masyarakat,
4) dikembangkan dan berubah,
5) terintegrasi.
Adapun politik berasal dari bahasa Yunani polis dan teta. Polis berarti kota atau Negara kota, teta berarti urusan. Dengan demikian, politik berarti urusan negara (pemerintahan). Selain dari arti kata, banyak para ahli yang mengemukakan pendapat tentang politik. Beberapa pengertian tentang politik yaitu:
a.   Mirriam Budiardjo
Politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari suatu sistem dan melaksanakan tujuan tujuan tersebut.
b.   Dr. Wirjono Projodikoro, S.H.
Politik adalah penggunaan kekuasaan (macht) oleh suatu golongan anggota masyarakat terhadap golongan lain.
c.   Joyce Mitchell
Politik adalah pengambilan keputusan kolektif atau pembuat kebijakan umum untuk masyarakat seluruhnya.
Dari berbagai pengertian tersebut, dapat disimpulkan pengertian dari budaya politik. Budaya politik adalah aspek politik dari sistem nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh suasana zaman saat itu dan tingkat pendidikan dari masyarakat itu sendiri.
Banyak ahli yang mengemukakan pengertian budaya politik. Beberapa definisi budaya politik yang disampaikan para ahli antara lain:
a.   Gabriel A. Almond dan Sidney Verba
Menurut Almond dan Verba, budaya politik suatu bangsa sebagai distribusi pola pola orientasi khusus menuju tujuan politik di antara masyarakat bangsa itu dan tidak lain adalah pola tingkah laku individu yang berkaitan dengan kehidupan politik yang dimengerti oleh para anggota suatu sistem politik.
b.   Austin Ranney
Menurut Austin Ranney, budaya politik adalah seperangkat pandangan tentang politik dan pemerintahan yang dipegang secara bersama-sama, sebuah pola orientasi terhadap objek objek politik.
c.   Samuel Beer
Samuel Beer mengemukakan bahwa budaya politik adalah nilai-nilai keyakinan dan sikap-sikap emosi tentang bagaimana pemerintahan seharusnya dilaksanakan dan tentang apa yang harus dilakukan oleh pemerintah.
d.   Alan R. Ball
Alan R. Ball mengemukakan bahwa budaya politik adalah susunan yang terdiri dari sikap, kepercayaan, emosi, dan nilai-nilai masyarakat yang berhubungan dengan sistem politik. Dari beberapa definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan mengenai batasan pengertian budaya politik, yaitu:
a.    Budaya politik tidak mengedepankan perilaku aktual, tetapi perilaku nonaktual. Bentuk bentuk perilaku nonaktual seperti pandangan, orientasi, keyakinan, sikap, emosi, kepercayaan, dan nilai-nilai yang dihayati para anggota suatu sistem politik.
b.    Budaya politik mengorientasikan sistem politik. Terdapat salah satu faktor yang memiliki arti penting pada pandangan terhadap sistem politik yaitu perasaan (trust) dan pemahaman (hostility). Perasaan tersebut berwujud kerja sama dan konfl ik yang bermanfat dalam membentuk kualitas politik.
c.   Budaya politik mendeskripsikan warga negara sebagai anggota sistem politik. Dengan demikian, orientasi warga negara terhadap objek politik, akan memengaruhi perilaku nonaktual sebagai cerminan budaya politiknya. Budaya politik masyarakat sangat dipengaruhi oleh struktur politik, sedangkan daya operasi struktur ditentukan oleh konteks kultural. Dilihat dari sudut pandang rangsangan secara keseluruhan, budaya politik bertujuan untuk mencapai atau memelihara stabilitas politik yang demokratis.
4.   Komponen Pandangan Objek Politik
Almond dan Verba mengemukakan bahwa dalam pandangan objek politik terdapat tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen orientasi afektif, dan komponen orientasi evaluatif.
a. Komponen kognitif
Komponen kognitif adalah komponen yang menyangkut pengetahuan bidang politik dan kepercayaan pada politik peranan dan segala kewajibannya.
b. Komponen orientasi afektif
Komponen orientasi afektif adalah segala perasaan terhadap politik peranannya, para aktor, dan penampilannya.
c. Komponen orientasi evaluatif
Orientasi evaluatif adalah keputusan dan paradigma tentang objek politik yang secara tipikal melibatkan kombinasi standar nilai dan kriteria dengan informasi dan perasaan. Menurut Almond dan Verba, untuk mengukur sikap individu dan masyarakat dalam system politik dapat digunakan ketiga komponen orientasi tersebut. Sementara dalam komponen evaluatif orientasi politik seseorang, ditentukan oleh orientasi moral. Norma-norma yang dianut seseorang warga negara menjadi dasar bagi sikap dan perannya terhadap sistem politik. Sedangkan orientasi evaluatif berkaitan erat dengan evolusi normatif, moral politik, dan etika politik Dalam kehidupan masyarakat, kekuasaan politik timbul dari hubungan antara individu yang menempatkan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi. Kebersamaan timbul dari proses saling adaptasi antara berbagai kepentingan pribadi. Oleh karena itu, hubungan antara warga masyarakat dengan pemegang kekuasaan secara alamiah berada dalam kondisi yang lebih harmonis bila dibandingkan dengan hubungan yang terdapat di masyarakat Barat.
5.   Peranan Individu dalam Sistem Politik
Sistem politik modern merupakan satu hal yang sangat kompleks. Politik bukanlah suatu bentuk ekspresi dan aktualisasi kemampuan pribadi seseorang melainkan sesuatu yang didukung konsep serta gagasan-gagasan warga negara atau anggota masyarakat secara konsekuen.
Seorang politikus dalam suatu waktu memiliki peranan ganda. Misalnya, ia berperan sebagai anggota parlemen atau kabinet, sekaligus sebagai pemimpin partai politik atau organisasi kemasyarakatan. Dengan posisi tersebut dalam menjalankan peranan yang satu sering bertentangan dengan norma dan aturan yang melekat dalam peran yang lain. Untuk itulah diperlukan kehati-hatian dalam mengungkapkan suatu pendapat, usulan, maupun gagasan. Kapan waktunya ia berperan sebagai anggota parlemen dan kapan ia berperan sebagai pemimpin partai.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka diperlukan pentingnya pemisahan peranan (role diferentiation) dalam situasi tertentu. Sikap kehati-hatian dalam membedakan peranan politik itu dapat dikatakan sebagai salah satu interaksi budaya politik. Untuk melihat peranan individu-individu dalam sistem politik, Almond dan Verba membedakan ke dalam golongan subjek, yaitu:
1.   subjek pertama adalah struktur khusus seperti badan legislatif, eksekutif, dan birokrasi,
2.   penunjang jabatan seperti pemimpin monarki, legislator, dan administrator,
3.   kebijaksanaan, keputusan, dan penguatan keputusan.
Orientasi individual terhadap kehidupan politik dipengaruhi oleh orientasi seseorang secara terbuka terhadap hal-hal sebagai berikut:
a.    pengetahuan yang dimiliki tentang negara dan sistem politiknya dalam pengertian umum,
b.   perasaan seseorang tentang terhadap struktur dan peranan elit politik dan penganjur penganjur kebijakan,
c.    perasaan seseorang tentang struktur-struktur individu, keputusan-keputusan yang dilibatkan dalam seluruh rangkaian proses tersebut, bagaimana perasaan dan pendapatnya terhadap hal itu,
d.   perasaan seseorang sebagai anggota sistem politik yang berkaitan dengan hak, kekuasaannya, kewajibannya, dan strateginya untuk dapat memasuki kelompok orang orang yang memiliki pengaruh,
e.    penilaian seseorang terhadap norma-norma berpolitik.

6.   Budaya Politik Di Indonesia

Apa  itu, “Hakikat Budaya Politik”  Menurut Almond dan Verba pembicaraan mengenai budaya atau kebudayaan politik persis sama dengan kebudayaan ekonomi dan kebudayaan religius (keagamaan). Perbedaan terletak pada objeknya, objek kebudayaan politik adalah sistem dan proses politik, objek kebudayaan ekonomi adalah sistem dan proses ekonomi, sedangkan objek kebudayaan religius adalah sistem dan proses religi.
Menyimak penjelasan di atas, tampaknya konsepsi budaya politik lebih sempit dan lebih terfokus daripada pengertian budaya secara antropologis, baik subjeknya yang hanya menekankan pada segi pikiran, perasaan dan sikap manusia atau yang oleh Almond dan Verba disebut orientasi, maupun objeknya yang berfokus pada sistem politik dan bagian-bagiannya serta proses politik. Almond dan Verba mengatakan di dalam objek yang berfokus pada sistem politik terdapat tiga komponen yang saling menunjang, yaitu komponen kognitif, afektif dan evaluatif.
Sedangkan objek orientasi politik dapat digolongkan dalam beberapa objek. Pertama adalah sistem politik secara umum. Kedua adalah pribadi sebagai aktor politik. Ketiga bagian-bagian dari sistem politik yang dibedakan atas tiga golongan objek, yakni struktur khusus yang meliputi lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif; pemegang jabatan; dan proses input dan outut politik. Secara sederhana objek-objek politik ini dibagi atas empat objek, yakni : Sistem sebagai objek umum; objek-objek input; objek-objek output; dan pribadi sebagai objek.
Budaya politik suatu masyarakat berkembang dan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang ada dalam masyarakat itu. Bahkan dapat dikatakan bahwa kehidupan bermasyarakat dipenuhi oleh interaksi antar orientasi dan antar nilai. Apa  aja tipe-tipe politiknya di  Indonesia.
Tipe budaya politik suatu masyarakat atau bangsa akan dapat terlihat setelah terlebih dahulu dilakukan survei terhadap individu-individu anggota masyarakat atau bangsa itu. Jadi budaya politik dalam masyarakat atau bangsa dapat diketahui melalui tipe-tipe budaya politik yang ada. Dengan kata lain, melalui pengukuran terhadap sejumlah sampel atau responden dari masyarakat atau bangsa akan diketahui tipe-tipe budaya politik masyarakat atau bangsa itu. Tipe-tipe budaya politik itu terlihat dari karakteristiknya, yaitu frekuensi (tingkat kognisi atau afeksi atau evaluasi terhadap objek-objek politik dari sejumlah sample atau anggota masyarakat) pada tiap-tiap sel sesuai dengan aspek dan objek politik yang ada.
Berdasarkan frekuensi atau tingkat orientasi politik anggota masyarakat, dalam hal ini tingkat kognisi, afeksi, dan evaluasinya terhadap objek-objek politik, terdapat tiga tipe budaya politik, yaitu parokial, subjek, dan partisipan.
Budaya politik parokial yang murni terdapat pada masyarakat yang memiliki sistem tradisional yang sederhana dengan tingkat spesialisaisi politik yang sangat minim. Contoh masyarakat yang memiliki budaya politik demikian adalah masyarakat suku-suku di Afrika atau komunitas-komunitas lokal yang otonom (kerajaan sentralistis) di Afrika atau di benua lain di dunia.
Budaya politik subjek yang murni terdapat pada masyarakat yang tidak memiliki struktur yang didiferensiasikan. Orientasi subjek dalam sistem politik yang telah mengembangkan pranata-pranata demokrasi lebih bersifat afektif dan normatif dari pada kognitif. Contoh dari tipe orientasi ini adalah golongan bangsawan Perancis. Mereka sangat menyadari akan adanya institusi demokrasi, tetapi secara sederhana hal ini tidak memberi keabsahan pada mereka.
Budaya politik partisipan adalah satu bentuk budaya yang anggota-anggota masyarakatnya cenderung memiliki orientasi yang nyata terhadap sistem secara keseluruhan, struktur dan proses politik serta administrative (objek-objek input dan output). Demikian pula anggota-anggota pemerintahan yang partisipatif secara menyenangkan atau sebaliknya diarahkan kepada berbagai objek politik yang serba ragam.
Kombinasi antara tipe-tipe budaya politik tersebut diatas dapat membentuk tipe-tipe budaya politik campuran. Secara konseptual ada tiga bentuk budaya politik campuran, yaitu:
1.      Budaya subjek-parokial
Adalah tipe budaya politik yang sebagian besar penduduknya menolak tuntutan-tuntutan ekslusif (khusus) masyarakat kesukuan atau desa atau otoritas feodal dan telah mengembangkan kesetiaan terhadap sistem politik yang lebih kompleks dengan struktur-struktur pemerintahan pusat yang bersifat khusus. Bentuk budaya campuran ini merupakan peralihan atau perubahan dari pola budaya parokial (parokialisme lokal) menuju pola budaya subjek (pemerintahan yang sentralistis).
2.      Budaya subjek-partisipan
Merupakan peralihan atau perubahan dari budaya subjek (pemerintahan yang sentralistis) menuju budaya partisipan (demokratis). Cara-cara yang berlangsung dalam proses peralihan dari budaya parokial menuju budaya subjek turut berpengaruh pada proses ini. Dalam proses peralihan ini, pusat kekuasaan parokial dan lokal turut mendukung pembangunan infrastruktur demokratis.
3.      Budaya parokial-partisipan
Banyak terdapat pada negara-negara berkembang yang melaksanakan pembangunan politik. Di sejumlah negara ini pada umumnya budaya politik yang dominan adalah budaya parokial. Sedangkan norma-norma struktural yang diperkenalkan biasanya bersifat partisipan
Setiap warga Negara dalam kesehariannya hampir selalu bersentuhan dengan Aspek-aspek politik praktis baik yang bersimbol maupun tidak. Proses pelaksanaanya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung. Secara tidak langsung, berarti sebatas mendengar informasi atau berita – berita tentang pereistiwa politik yang terjadi. Secara langsung , berarti orang tersebut terlibat dalam peristiwa politik tertentu.
Kehidupan politik yang merupakan bagian dari keseharian dalam interaksi antar warga Negara dengan pemerintah institusi – institusi di luar pemerintah (non – formal) telah menghasilkan dan membentuk variasi pendapat, pandangan dan pengetahuan tentang praktik – praktik perilaku politik dalam semua system politik.
Budaya politik merupakan bagian dari kebudayaan masyrakat dengan ciri – ciri yang lebih khas. Istilah budaya politik meliputi masalah legitimasi, pengaturan kekuasaan, proses gejolak masyarakat terhadap kekuasaan yang memerintah.
Dengan demikian, budaya politik langsung mempengaruhi kehidupan politik dan menentukan keputusan nasional yang menyangkut pola pengaokasian sumber – sumber daya masyrakat.
7.  Tipe – Tipe Budaya Politik
1.  Berdasarkan Sikap yang ditunjukkan.
Negara dengan sistem ekonomi dan teknologi yang kompleks mentut kerja sama yang luas untuk mengintegrasikan modal dan keterampilan. Jiwa kerja sama dapat diukur dari sikap seseorang terhadap orang lain. Pada kondisi ini, budaya politik cenderung bersifat “militan” atau bersifat “toleransi”.
a.   Budaya politik militan
Budaya politik militan tidak memandang perbedaan sebagai usaha mencari alternatif yang terbaik, tetapi melihatnya sebagai usaha jahat dan menantang. Bila terjadi krisis, yang dicari adalah kambing hitamnya, bukan peraturannya yang mungkin salah.
b.   Budaya politik toleransi
Budaya politik toleransi adalah budaya politik yang pemikirannya berpusat pada masalah atau ide yang harus dinilai.
2.   Berdasarkan orientasi politiknya
Realitas yang ditemukan dalam budaya politik ternyata memiliki beberapa variasi. Berdasarkan orientasi politik yang ditandai oleh sebagai karakter dalam budaya politik,setiap sistem politik memiliki budaya politik yang berbeda.
Dari realitas budaya politik yang berkembang di masyarakat, Gabriel Almond mengklasifikasikan budaya politik sebagai berikut:
a.   Budaya politik parokial, yaitu tingkat partisipasi politiknya sangat rendah, yang disebabkan factor kognitif (misalnya tingkat pendidikan relatif rendah.)
b.   Budaya politik kaula, yaitu masyrakat bersangkutan sudah relative maju (baik sosial maupun ekonominya) tetapi masih pasif.
c.    Budaya politik Partisipan, yaitu budaya politik yang ditandai dengan kesadaran politik sangat tinggi.
Dalam kehidupan masyarakat, tidak tertutup kemungkinan bahwa terbentuknya budaya politik merupakan gabungan ketiga klasifikasi tersebut di atas.
8.   Ciri-ciri Umum Budaya Politik di Indonesia
Rusadi Kantaprawira memberikan gambaran tentang ciri-ciri budaya politik Indonesia, yaitu:
a.  Konfigurasi subkultur di Indonesia masih beraneka ragam. Keanekaragaman subkultur ini ditanggulangi berkat usaha pembangunan bangsa (nation building) dan pembangunan karakter (character building).
b. Budaya politik Indonesia bersifat parokial-kaula di satu pihak dan budaya politik partisipan di lain pihak. Masyarakat bawah masih ketinggalan dalam menggunakan hak dan dalam memikul tanggung jawab politiknya. Hal tersebut disebabkan oleh isolasi dari kebudayaan luar, pengaruh penjajahan, feodalisme, serta ikatan primordial. Sedangkan kaum elit politik sungguh-sungguh merupakan merupakan partisipan yang aktif. Hal tersebut dipengaruhi oleh pendidikan modern.
c.  Sifat ikatan primordial yang masih berurat berakar yang dikenal melalui indikator berupa sentimen kedaerahan, kesukuan, keagamaan, perbedaan pendekatan terhadap keagamaan tertentu, puritanisme dan nonpuritanisme, dan lain-lain. Di samping itu, salah satu petunjuk masih kukuhnya ikatan tersebut dapat dilihat dari pola budaya politik yang tercermin dalam struktur vertikal masyarakat di mana usaha gerakan kaum elit langsung mengeksploitasi dan menyentuh substruktur sosial dan subkultur untuk tujuan perekrutan dukungan.
d.  Kecenderungan budaya politik Indonesia yang masih mengukuhi sikap paternalisme dan sifat patrimonial. Sebagai indikatornya dapat disebutkan antara lain, sikap asal bapak senang. Di Indonesia, budaya politik tipe parokial kaula lebih mempunyai keselarasan untuk tumbuh dengan persepsi masyarakat terhadap objek politik yang menyandarkan atau menundukkan diri pada proses output dari penguasa.
e. Dilema interaksi tentang introduksi modernisasi (dengan segala konsekuensinya) dengan pola-pola yang telah lama berakar sebagai tradisi dalam masyarakat.

9.   Faktor Penyebab Berkembangnya Budaya Politik
Budaya politik yang berkembang dalam masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:
a. Tingkat pendidikan masyarakat sebagai kunci utama perkembangan budaya politik masyarakat.
b. Tingkat ekonomi masyarakat, yaitu makin tinggi tingkat ekonomi atau kesejahteraan masyarakat, partisipasi masyarakat pun makin besar.
c. Reformasi politik/political will, yaitu semangat merevisi dan mengadopsi sistem politik yang lebih baik.
d. Supremasi hukum, yaitu adanya penegakan hukum yang adil, independen, dan bebas.
e. Media komunikasi yang independen, yaitu media tersebut berfungsi sebagai kontrol sosial, bebas, dan mandiri.
10.   Sosialisasi Pengembangan Budaya Politik
Proses sosialisasi politik diharapkan terjadi secara merata di seluruh lapisan masyarakat. Tujuannya agar pengetahuan dan pemahaman tentang kehidupan politik tidak hanya menjadi monopoli kalangan elit politik. Partisipasi politik diharapkan datang dari segenap lapisan masyarakat, walaupun sudah barang tentu dalam kadar yang berlainan.
Konsep sosialisasi politik sangat bermanfaat untuk mengetahui pertumbuhan budaya politik di Indonesia. Pada hakikatnya semua lapisan masyarakat mulai dari kalangan keluarga, kelompok maupun organisasi kepentingan, organisasi politik, sampai kepada pemerintah dapat menjadi sarana untuk memantapan dan menyebarluaskan budaya politik.
Keterlaksanaan sosialisasi politik, sangat ditentukan oleh lingkungan sosial, ekonomi, dan kebudayaan tempat seseorang/individu berada. Selain itu, juga ditentukan oleh interaksi pengalaman-pengalaman serta kepribadian seseorang.
1.      Pengertian Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik merupakan salah satu dari fungsi-fungsi input sistem politik yang berlaku di negara manapun. Sosialisasi politik berlaku di dalam semua sistem negara, baik yang menganut sistem politik demokratis, otoriter, maupun diktator. Di setiap negara, sosialisasi politik menjadi media untuk membentuk sikap dan orientasi politik anggota masyarakat.
Sosialisasi politik merupakan proses yang dilalui seseorang dalam memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik yang ada dalam masyarakat di tempatnya berada. Sosialisasi politik tersebut mencakup proses penyampaian norma-norma dan nilai-nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Proses sosialisasi politik berlangsung lama dan rumit. Dalam proses tersebut terjadi usaha saling memengaruhi di antara kepribadian individu dengan pengalaman-pengalaman politik yang relevan hingga membentuk tingkah laku politik. Tingkah laku politik seseorang biasanya akan berkembang secara berangsur-angsur. Perkembangan tersebut dipengaruhi oleh pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap seseorang. Berbagai pengaruh tersebut menjadi faktor pendorong untuk memunculkan persepsi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sosialisasi politik adalah proses di mana individu-individu dapat memperoleh pengetahuan, nilai-nilai, dan sikap-sikap terhadap sistem politik masyarakatnya.
Berbagai pengertian atau batasan mengenai sosialisasi politik telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Meskipun di antara para ahli politik terdapat perbedaan, namun pada umumnya tetap pada prinsip-prinsip yang sama. Berikut ini beberapa pengertian sosialisasi politik menurut para ahli.
a. David F. Aberle
Dalam bukunya yang berjudul Culture and Socialization, David F. Aberle mengemukakan bahwa sosialisasi politik adalah pola-pola mengenai aksi sosial atau aspek-aspek tingkah laku yang menanamkan pada individu-individu keterampilan-keterampilan, motif-motif, dan sikap-sikap yang perlu untuk menampilkan peranan-peranan baik sekarang maupun yang berkelanjutan sepanjang kehidupan manusia, sejauh peranan-peranan baru masih harus terus dipelajari. (Sumber: id.wikipidia.org)
b. Gabriel Almond
Gabriel Almond mengemukakan bahwa sosialisasi politik adalah proses di mana sikap-sikap politik dan pola-pola tingkah laku politik diperoleh atau dibentuk yang merupakan sarana bagi suatu generasi untuk menyampaikan patokan-patokan dan keyakinan politik kepada generasi berikutnya. (Sumber: id.wikipidia.org)
c. Irvin L. Child
Irvin L. Child berpendapat bahwa sosialisasi politik adalah segenap proses dengan mana
individu-individu yang dilahirkan dengan banyak sekali jajaran potensi tingkah laku yang dituntut untuk mengembangkan tingkah laku aktualnya dengan dibatasi di dalam satu jajaran yang menjadi kebiasaan dan dapat diterima sesuai dengan standar-standar kelompoknya. (Sumber: id.wikipidia.org)
d. S.N. Eisentadt
Dalam From Generation to Generation, S.N. Eisentadt mengemukakan bahwa sosialisasi politik adalah komunikasi yang dipelajari manusia dengan siapa individu-individu yang secara bertahap memasuki beberapa jenis relasi-relasi umum. (Sumber: id.wikipidia.org)
e. Denis Kavanagh
Denis Kavanagh mengemukakan bahwa sosialisasi politik adalah suatu proses di mana seseorang mempelajari dan menumbuhkan pandangannya tentang politik. (Sumber: id.wikipidia.org)

f. Alfi an
Alfi an mengartikan pendidikan politik sebagai usaha sadar untuk mengubah proses sosialisasi politik masyarakat. Dengan demikian, masyarakat mengalami dan menghayati betul nilai-nilai yang terkandung dalam suatu sistem politik yang ideal yang hendak dibangun. Hasil dari penghayatan itu akan melahirkan sikap dan perilaku politik baru yang mendukung sistem politik yang ideal tersebut, dan bersamaan dengan itu lahir pulalah kebudayaan politik baru. (Sumber: id.wikipidia.org)
Dari pandangan Alfian, ada dua hal yang perlu diperhatikan, yakni:
1) Pertama, sosialisasi politik hendaknya dilihat sebagai suatu proses yang berjalan terusmenerus selama peserta itu hidup.
2) Kedua, sosialisasi politik dapat berwujud transmisi yang berupa pengajaran secara langsung dengan melibatkan komunikasi informasi, nilai-nilai atau perasaan-perasaan mengenai politik secara tegas. Proses mana berlangsung dalam keluarga, sekolah, kelompok pergaulan, kelompok kerja, media massa, atau kontak politik langsung.
Dari sekian banyak definisi tersebut, tampak beberapa kesamaan para ahli dalam mengemukakan beberapa segi penting sosialisasi politik, yaitu:
a. Sosialisasi secara fundamental merupakan proses hasil belajar, belajar dari pengalaman/ pola-pola aksi.
b. Memberikan indikasi umum hasil belajar tingkah laku individu dan kelompok dalam batas-batas yang luas, dan lebih khusus lagi, berkenaan pengetahuan atau informasi, motif-motif (nilai-nilai) dan sikap-sikap.
c. Sosialisasi itu tidak perlu dibatasi pada usia anak-anak dan remaja saja (walaupun periode ini paling penting), tetapi sosialisasi berlangsung sepanjang hidup.
d. Sosialisasi merupakan prakondisi yang diperlukan bagi aktivitas sosial, dan baik secara implisit maupun eksplisit memberikan penjelasan mengenai tingkah laku sosial.

11.    Proses Sosialisasi Politik
Perkembangan sosialisasi politik diawali pada masa kanak-kanak atau remaja. Tahap lebih awal dari belajar politik mencakup perkembangan dari ikatan-ikatan lingkungan, seperti keterikatan kepada sekolah-sekolah mereka, bahwa mereka berdiam di suatu daerah tertentu. Anak muda mempunyai kepercayaan pada keindahan negerinva, kebaikan serta kebersihan rakyatnya. Pemahaman ini diikuti oleh simbol-simbol otoritas umum, seperti polisi, presiden, dan bendera nasional. Pada usia sembilan dan sepuluh tahun timbul kesadaran akan konsep yang lebih abstrak, seperti pemberian suara, demokrasi, kebebasan sipil, dan peranan warga negara dalam sistem politik.
Peranan keluarga dalam sosialisasi politik sangat penting. Seorang anak mempunyai gambaran yang sama mengenai ayahnya dan presiden selama bertahun-tahun di sekolah awal. Keduanya dianggap sebagai tokoh kekuasaan. Easton dan Dennis mengutarakan ada 4 (empat) tahap dalam proses sosialisasi politik dari anak, yaitu:
a. Pengenalan otoritas melalui individu tertentu, seperti orang tua anak, presiden, dan polisi.
b. Perkembangan pembedaan antara otoritas internal dan yang eksternal, yaitu antara pejabat swasta dan pejabat pemerintah.
c. Pengenalan mengenai institusi-institusi politik yang impersonal, seperti kongres (parlemen), mahkamah agung, dan pemungutan suara (pemilu).
d. Perkembangan pembedaan antara institusi-institusi politik dan mereka yang terlibat dalam aktivitas yang diasosiasikan dengan institusi-institusi ini.
Di Rusia dilakukan suatu penelitian secara khusus untuk menyelidiki nilainilai pengasuhan anak yang memengaruhi sosialisasi politiknya. Nilai-nilai tersebut adalah:
1. Tradisi; terutama agama, tetapi juga termasuk ikatan-ikatan kekeluargaan dan tradisi pada umumnya
2. Prestasi; meliputi ketekunan, pencapaian/perolehan, ganjaran-ganjaran material mobilitas sosial.
3. Pribadi; meliputi kejujuran, ketulusan, keadilan, dan kemurahan hati.
4. Penyesuaian diri; yaitu bergaul dengan baik, menjauhkan diri dari kericuhan, menjaga keamanan dan ketenteraman.
5. Intelektual; belajar dan pengetahuan sebagai tujuan.
6. Politik; sikap-sikap, nilai-nilai, dan kepercayaan berkaitan dengan pemerintahan.
12.   Peran dan Fungsi Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik berperan mengembangkan serta memperkuat sikap politik di kalangan warga masyarakat yang sadar politik, yaitu sadar akan hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama. Peranan tersebut melibatkan keluarga, sekolah, dan lembaga-lembaga tertentu yang ada dalam masyarakat. Adapun fungsi sosialisasi politik antara lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang kehidupan politik, serta mendorong timbulnya partisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya. Hal itu sejalan dengan konsep demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh, dan untuk rakyat yang berarti rakyat harus berpartisipasi dalam kehidupan politik.
Dalam bukunya yang berjudul Pengantar Sosiologi Politik, Michael Rush dan Phillip Althoff mengemukakan fungsi sosialisasi sebagai berikut:
a.   Melatih individu
Sosialisasi politik melatih individu dalam memasukkan nilai-nilai politik yang berlaku di dalam sebuah sistem politik. Pembelajaran mengenai pemahaman sistem politik suatu negara pun diajarkan di bangku sekolah. Hal ini dilakukan untuk menanamkan pemahaman kepada semua warga negara sebagai subjek dan objek politik. Dalam proses pembelajaran politik tersebut dimungkinkan individu untuk menerima atau melakukan suatu penolakan atas tindakan pemerintah, mematuhi hukum, melibatkan diri dalam politik, ataupun memilih dalam pemilihan umum.
b.   Memelihara sistem politik
Sosialisasi politik juga berfungsi untuk memelihara sistem politik dan pemerintahan yang resmi. Setiap warga negara harus mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan sistem  politik. Pemahaman tersebut dapat dimulai dari hal-hal yang mudah sifatnya, seperti warna bendera sendiri, lagu kebangsaan sendiri, bahasa sendiri, ataupun pemerintah yang tengah memerintahnya sendiri. Melalui pemahaman tersebut, setiap warga negara dapat memiliki identitas kebangsaan yang jelas.
13.   Cara Melakukan Sosialisasi Politik
Rush dan Althoff mengemukakan tiga cara untuk melakukan sosialisasi politik, yaitu:
a. Imitasi
Cara yang pertama dalam melakukan sosialisasi politik adalah imitasi. Melalui imitasi, seorang individu meniru terhadap tingkah laku individu lainnya.
b. Instruksi
Cara melakukan sosialisasi politik yang kedua adalah instruksi. Gaya ini banyak berkembang di lingkungan militer ataupun organisasi lain yang terstruktur secara rapi melalui rantai komando. Melalui instruksi, seorang individu diberitahu oleh orang lain mengenai posisinya di dalam sistem politik, apa yang harus mereka lakukan, bagaimana, dan untuk apa.
c  Motivasi
     Cara melakukan sosialisasi politik yang terakhir adalah motivasi. Melalui cara ini, individu langsung belajar dari pengalaman, membandingkan pendapat dan tingkah sendiri dengan tingkah orang lain
14.    Alat atau Sarana Sosialisasi Politik
Sosialisasi politik merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses seseorang dalam belajar tentang politik dan mengembangkan orientasi pada politik. Adapun sarana alat yang dapat dijadikan sebagai perantara/sarana dalam sosialisasi politik, antara lain:
a.  Keluarga (family)
Wadah sosialisasi nilai-nilai politik yang paling efi sien dan efektif adalah di dalam keluarga. Dimulai dari keluarga inilah antara orang tua dengan anak, sering terjadi “perbincangan” politik ringan tentang segala hal. Dalam peristiwa tersebut tanpa disadari terjadi transfer pengetahuan dan nilai-nilai politik tertentu yang diserap oleh si anak.
b. Sekolah
Di sekolah melalui pelajaran civics education (pendidikan kewarganegaraan), peserta didik dan guru saling bertukar informasi dan berinteraksi dalam membahas topik-topik tertentu yang mengandung nilai-nilai politik teoritis maupun praktis. Dengan demikian, peserta didik telah memperoleh pengetahuan awal tentang kehidupan berpolitik secara dini dan nilai-nilai politik yang benar dari sudut pandang akademis.
c. Kelompok pertemanan (peer groups)
Sarana sosialisasi politik lainnya adalah kelompok pertemanan atau peer group. Peer group termasuk kategori agen sosialisasi politik primary group. Peer group adalah teman-teman sebaya yang mengelilingi seorang individu. Pengaruh pertemanan dalam sosialisasi politik sudah berlangsung sejak masa pergerakan nasional.
d. Media massa
Media massa merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Berita-berita yang dikemas dalam media audio visual (televisi), surat kabar cetak, internet, ataupun radio, mengenai perilaku pemerintah ataupun partai politik banyak memengaruhi masyarakat. Meskipun tidak memiliki kedalaman, tetapi media massa mampu menyita perhatian individu oleh sebab sifatnya yang terkadang menarik atau cenderung berlebihan.
e. Pemerintah
Pemerintah merupakan agen sosialisasi politik secondary group. Pemerintah merupakan agen yang punya kepentingan langsung atas sosialisasi politik. Pemerintah yang menjalankan sistem politik dan stabilitasnya. Pemerintah biasanya melibatkan diri dalam politik pendidikan, melalui beberapa mata pelajaran yang ditujukan untuk memperkenalkan peserta didik kepada sistem politik negara, pemimpin, lagu kebangsaan, dan sejenisnya. Pemerintah juga secara tidak langsung melakukan sosialisasi politik melalui tindakan-tindakannya. Melalui tindakan pemerintah, orientasi afektif individu bisa terpengaruh dan ini memengaruhi budaya politiknya.
f. Partai politik
Salah satu fungsi dari partai politik adalah memainkan peran dalam sosialisasi politik. Ini berarti partai politik tersebut setelah merekrut anggota kader maupun simpatisannya secara periodik maupun pada saat kampanye, mampu menanamkan nilai-nilai dan norma-norma dari satu generasi ke generasi berikutnya. Partai politik harus mampu menciptakan kesan memperjuangkan kepentingan umum, sehingga mendapat dukungan luas dari masyarakat dan senantiasa dapat memenangkan pemilu. Sebagai sarana sosialisasi politik, partai politik melaksanakan fungsi-fungsi sebagai berikut:
1) Sosialisasi politik
Dalam melaksanakan fungsi sosialisasi politik, partai politik berperan mentransmisikan budaya politik dalam rangka pembentukan sikap dan orientasi anggota masyarakat sebagai warga negara (pendidikan politik).
2) Rekrutmen politik
Dalam melaksanakan fungsi rekrutmen, partai politik melakukan seleksi dan pemilihan serta pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan
3) Partisipasi politik
Dalam menjalankan fungsi partisipasi politik, partai politik menjadi sarana kegiatan bagi masyarakat dalam memengaruhi proses pembentukan pemimpin pemerintahan melalui pemilu dan pembuatan atau pelaksanaan kebijakan pemerintah.
4) Artikulasi kepentingan
Dalam menjalankan fungsi artikulasi kepentingan, partai politik merumuskan dan menyalurkan berbagai ragam pendapat, aspirasi, maupun kepentingan masyarakat kepada pemerintah.
5) Agregasi kepentingan
Dalam menjalankan fungsi agregasi kepentingan, partai politik mengolah dan memadukan berbagai tuntutan dan dukungan masyarakat untuk disalurkan kepada pemerintah.
6) Komunikasi politik
Dalam menjalankan fungsi komunikasi politik, partai politik menghubungkan antara arus informasi dari pihak pemerintah kepada masyarakat atau sebaliknya.
15.   Peran Serta dalam Budaya Politik Partisipan
Pembahasan tentang budaya politik tidak terlepas dari partisipasi politik warga negara. Partisipasi politik pada dasarnya merupakan bagian dari budaya politik, . karena keberadaan struktur-struktur politik di dalam masyarakat yang kritis dan aktif. Hal tersebut merupakan satu indikator adanya keterlibatan rakyat dalam kehidupan politik (partisipan). Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi. Partisipasi politik juga merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Makin modern suatu negara, maka makin tinggi pula tingkat partisipasi politik warga negara.
Bagi sebagian kalangan, sebenarnya keterlibatan rakyat dalam proses politik bukan sekedar pada tataran formulasi bagi keputusan-keputusan yang dikeluarkan pemerintah atau berupa kebijakan politik. Keterlibatan rakyat tersebut juga dalam penerapannya, seperti ikut mengawasi dan mengevaluasi penerapan kebijakan tersebut.
Bagi pemerintah, partisipasi politik warga negara berfungsi untuk mendukung program-program pemerintah. Artinya peran masyarakat diwujudkan untuk mendukung program politik dan program pembangunan. Wujud dukungan dapat berupa masukan bagi pemerintah dalam mengarahkan dan meningkatkan pembangunan.
1. Sebab-Sebab Timbulnya Partisipasi Politik
Partisipasi politik adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik, seperti memilih pimpinan negara atau upaya-upaya memengaruhi kebijakan pemerintah. Menurut Myron Weiner, terdapat lima penyebab timbulnya gerakan ke arah partisipasi lebih luas dalam proses politik, yaitu:
a. Modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan masyarakat makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik.
b. Perubahan-perubahan struktur kelas sosial. Masalah siapa yang berhak berpartisipasi dan pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan dalam pola partisipasi politik.
c. Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi masa modern. Ide demokratisasi partisipasi telah menyebar ke bangsa-bangsa baru sebelum mereka mengembangkan modernisasi dan industrialisasi yang cukup matang.
d. Konflik antar kelompok pemimpin politik. Jika timbul konflik antarelite, maka yang dicari adalah dukungan rakyat. Terjadi perjuangan kelas menentang melawan kaum aristokrat yang menarik kaum buruh dan membantu memperluas hak pilih rakyat.
e. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah sering merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisasi akan kesempatan untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik.
2. Konsep Partisipasi Politik
Dalam ilmu politik, dikenal adanya konsep partisipasi politik untuk memberi gambaran apa dan bagaimana tentang partisipasi politik. Dalam perkembangannya, masalah partisipasi politik menjadi begitu penting, terutama saat mengemukanya tradisi pendekatan behavioral (perilaku) dan pendekatan post behavioral (pasca tingkah laku). Kajian-kajian partisipasi politik terutama banyak dilakukan di negara-negara berkembang, yang pada umumnya kondisi partisipasi politiknya masih dalam tahap pertumbuhan.
Dalam ilmu politik, terdapat beberapa pertanyaan yang jawabannya merupakan hal mendasar untuk mendapat kejelasan tentang konsep partisipasi politik. Pertanyaan-pertanyaan tersebut yaitu:
a. Apa yang dimaksud dengan konsep partisipasi politik?
b. Siapa saja yang terlibat?
c. Apa implikasinya?
d. Bagaimana bentuk praktik-praktik partisipasi politik?
e. Apa ada tingkatan-tingkatan dalam partisipasi politik?
Hal pertama yang harus dijawab berkenaan dengan kejelasan konsep partisipasi politik. Beberapa sarjana yang secara khusus berkecimpung dalam ilmu politik, merumuskan beberapa konsep partisipasi politik. Berdasarkan beberapa definisi konseptual partisipasi politik yang dikemukakan beberapa sarjana ilmu politik tersebut, dapat disimpulkan bahwa setiap partisipasi politik yang dilakukan diwujudkan dalam kegiatan-kegiatan sukarela yang nyata dilakukan, atau tidak menekankan pada sikap-sikap.
 Kegiatan partisipasi politik dilakukan oleh warga negara preman atau masyarakat biasa, sehingga seolah-olah menutup kemungkinan bagi tindakan-tindakan serupa yang dilakukan oleh nonwarga negara biasa. Huntington dan Nelson memberi batasan terhadap pengertian konsep partisipasi politik, yaitu:
a. cakupan kegiatan-kegiatan bukan sikap,
b. warga negara biasa (preman) bukan pejabat,
c. kegiatan hanya untuk memengaruhi pengambilan keputusan pemerintah,
d. cakupan kegiatan yang memengaruhi pemerintah baik efektif maupun yang tidak,
e. kegiatan partisipasi dilakukan langsung ataupun tidak.
3.  Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik
Bentuk-bentuk partisipasi politik dapat dilakukan melalui berbagai macam kegiatan dan melalui berbagai wahana. Namun bentuk-bentuk partisipasi politik yang terjadi di berbagai negara dapat dibedakan menjadi kegiatan politik dalam bentuk konvensional dan nonkonvensional, sebagaimana dikemukakan oleh Gabriel Almond. Bentuk partisipasi politik menurut Gabriel Almond dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bentuk konvensional dan bentuk nonkonvensional.
a. Bentuk konvensional
Bentuk konvensional antara lain:
1) dengan pemberian suara (voting),
2) dengan diskusi kelompok,
3) dengan kegiatan kampanye,
4) dengan membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan,
5) dengan komunikasi individual dengan pejabat politik/administratif,
6) dengan pengajuan petisi.
b. Bentuk nonkonvensional
Bentuk nonkonvensional antara lain:
1) dengan berdemonstrasi,
2) dengan konfrontasi,
3) dengan pemogokan,
4) tindakan kekerasan politik terhadap harta benda, perusakan, pemboman dan pembakaran,
5) tindak kekerasan politik manusia penculikan/pembunuhan,
6) dengan perang gerilya/revolusi.
Sedangkan Ramlan Surbakti menyatakan bahwa partisipasi politik warga negara dibedakan menjadi dua, yaitu partisipasi aktif dan partisipasi pasif.
a. Partisipasi aktif
Partisipasi aktif yaitu kegiatan warga negara dalam ikut serta menentukan kebijakan dan pemilihan pejabat pemerintahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara demi kepentingan bersama. Bentuk partisipasi aktif antara lain mengajukan usulan tentang suatu kebijakan, mengajukan saran dan kritik tentang suatu kebijakan tertentu, dan ikut partai politik.
b. Partisipasi pasif
Partisipasi pasif yaitu kegiatan warga negara yang mendukung jalannya pemerintahan negara dalam rangka menciptakan kehidupan negara yang sesuai tujuan. Bentuk partisipasi pasif antara lain menaati peraturan yang berlaku dan melaksanakan kebijakan pemerintah. Menurut Huntington dan Nelson, bentuk kegiatan utama dalam partisipasi politik dibagi menjadi lima bentuk, yaitu:
a. kegiatan pemilihan,
b. lobi,
c. kegiatan organisasi,
d. mencari koneksi,
e. tindakan kekerasan.
Dengan demikian, berbagai partisipasi politik warga negara dapat dilihat dari berbagai kegiatan warga, yaitu:
a. Terbentuknya organisasi-organisasi maupun organisasi kemasyarakatan sebagai bagian dari kegiatan sosial dan penyalur aspirasi rakyat.
b. Lahirnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai kontrol sosial maupun pemberi input terhadap kebijakan pemerintah.
c. Pelaksanaan pemilu yang memberi kesempatan warga negara untuk menggunakan hak pilihnya, baik hak pilih aktif maupun hak pilih pasif.
d. Munculnya kelompok-kelompok kontemporer yang memberi warna pada sistem input dan output kepada pemerintah.
Aktivitas politik merupakan salah satu indikator terjaminnya kehidupan yang demokratis. Jaminan kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat tersalurkan melalui kegiatan politik. Hanya saja, kegiatan politik yang dilakukan haruslah disesuaikan dengan nilai-nilai luhur Pancasila. Budaya politik yang dilakukan bangsa Indonesia harus dijiwai nilai-nilai luhur Pancasila.
4. Gerakan Menuju Partisipasi Politik
Partisipasi warga negara dalam suatu negara akan berjalan seiring dengan tingkat kesadaran politik warga negara. Makin tinggi tingkat kesadaran politik dalam suatu negara akan mendorong partisipasi warga negara dalam kegiatan politik. Kesadaran politik yang mendorong gerakan ke arah partisipasi politik dipengaruhi oleh beberapa hal. Menurut Myron Weinr, ada beberapa hal yang dapat memperluas arah partisipasi politik dalam proses politik, yaitu:
a. Modernisasi
Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta berkembangnya industrialisasi, memacu perbaikan dalam segala aspek kehidupan termasuk perbaikan pendidikan. Peran media massa sebagai sarana komunikasi masyarakat menunjang ke arah kemajuan. Dengan kondisi semacam ini, ada sebagian warga negara yang merasakan terjadinya perubahan nasib. Kondisi demikian mendorong mereka menuntut untuk berperan dalam kegiatan politik. Hal inilah yang akan memperluas gerakan ke arah partisipasi politik.
b.  Perubahan-perubahan struktur kelas sosial
Salah satu akibat modernisasi adalah munculnya perubahan kelas sosial, seperti kelas pekerja baru dan kelas pekerja menengah. Selain itu, stratifi kasi sosial dalam masyarakatpun akan makin terlihat jelas. Dengan demikian, bagi yang berkepentingan akan menuntut partisipasi politik untuk berusaha memengaruhi pembuatan kebijakan politik.
c.  Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa modern
Lahirnya kaum intelektual seperti sarjana, kritikus, pengarang, dan lain-lain sangat berpengaruh terhadap penentuan kebijakan politik suatu negara. Melalui pendapat, ide, saran maupun kritikan, mereka dapat akan memengaruhi pola pikir masyarakat dan membangkitkan tuntutan akan partisipasi politik. Situasi yang demikian dapat memengaruhi pembuatan kebijakan politik pemerintah. Selain itu, makin berkembangnya sarana transportasi dan komunikasi modern, makin memperlancar penyebaran ide-ide baru.
d.  Konflik di antara kelompok-kelompok pemimpin politik
Dalam rangka mendapat dukungan dari masyarakat guna merebut kekuasaan dalam bidang pemerintahan, para pemimpin kelompok-kelompok politik menggunakan berbagai macam cara. Berbagai macam cara tersebut, seperti menumbuhkan ide-ide baru, beropini, bahkan dengan cara kekerasan, apabila saling berbenturan sehingga menimbulkan konflik. Adanya konfl ik tersebut, mendorong sebagian masyarakat untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik.
e.   Keterlibatan pemerintah dalam berbagai urusan sosial, ekonomi, dan kebudayaan
Keterlibatan pemerintah yang makin meluas dalam berbagai aspek kehidupan,
menyebabkan adanya tindakan-tindakan yang dilakukan rakyat untuk ikut berperan dalam menentukan kehidupannya. Meluasnya kegiatan pemerintah dalam menentukan kehidupan warga negara mendorong timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisasi untuk ikut serta dalam penentuan kebijakan pemerintah.
Setiap warga negara tidaklah sama partisipasinya dalam politik. Ada warga negara yang aktif, ada warga negara yang tidak aktif, ada warga negara yang enggan, atau bahkan sama sekali tidak mau berurusan dengan masalah politik (antipolitik). Keengganan tersebut dapat dipengaruhi oleh banyak faktor, misalnya adanya politik kotor sehingga menimbulkan kekecewaan masyarakat, kurangnya pendidikan politik, dan lain-lain. Ada tingkatan-tingkatan partisipasi politik masyarakat yang menunjukkan kualitas dan kuantitas kegiatan masyarakat dalam kegiatan politik.
Adapun tingkatan-tingkatan partisipasi politik menurut Michael Rush dan Philip Althoff antara lain:
a. menduduki jabatan politik atau administrasi,
b. mencari jabatan politik atau administrasi,
c. keanggotaan aktif dalam suatu organisasi politik,
d. keanggotaan pasif dalam suatu organisasi politik,
e. keanggotaan aktif dalam suatu organisasi semu politik,
f. keanggotaan semu dalam suatu organisasi semu politik,
g. partisipasi dalam rapat umum demonstrasi,
h. partisipasi dalam diskusi politik informal, minat umum dalam bidang politik,
i. voting (pemberian suara).
5.   Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Politik
 Partisipasi politik masyarakat atau warga negara dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor,. Terdapat beberapa ahli yang mengemukakan faktor-faktor tersebut, di antaranya:
a. Keimer
Menurut Keimer, ada beberapa hal yang memengaruhi partisipasi politik, yaitu:
1) modernisasi,
2) terjadinya perubahan-perubahan struktur kelas sosial,
3) meluasnya partisipasi masyarakat,
4) konfl ik-konfl ik di antara pemimpin-pemimpin politik,
5) keterlibatan pemerintah yang makin luas dalam urusan sosial, ekonomi, dan kebudayaan.
b. Ramlan Surbakti
Menurut Ramlan Surbakti, terdapat 2 faktor yang memengaruhi partisipasi politik, yaitu kesamaan politik seseorang dan kepercayaan politik terhadap pemerintah.
c. Milbart
Menurut Milbart, faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi politik yaitu:
1) penerimaan perangsang politik,
2) karakteristik sosial seseorang,
3) sifat dan sistem partai tempat seseorang individu itu tetap hidup,
4) perbedaan regional.
d. Arbi Sanit
Terdapat 5 faktor menurut Arbi Sanit yang memengaruhi partisipasi politik, yaitu:
1) kebebasan berkompetisi di segala bidang,
2) kenyataan berpolitik secara luas dan terbuka,
3) keleluasaan untuk mengorganisasi diri sehingga organisasi masyarakat dan partai politik dapat tumbuh dengan subur,
4) penyebaran sumber daya politik di kalangan masyarakat yang berupa kekuasaan dalam masyarakat,
5) adanya distribusi kekuasaan di kalangan masyarakat sehingga terjadi keseimbangan.
Mesin politik formal berupa lembaga yang resmi mengatur pemerintahan yaitu yang tergabung dalam trias politika: legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
6.  Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan
Terdapat perbedaan konsep partisipasi politik masyarakat dalam pembangunan. Salah satu sebab perbedaan adalah adanya perbedaan dalam sistem politik negara. Hal tersebut menyebabkan terjadinya perbedaan model pembangunan yang ditetapkan. Huntington dalam hal ini mengemukakan empat model pembangunan, yaitu:
a. Model pembangunan liberal borjuis
Dalam model ini, terdapat asumsi bahwa sebab-sebab ketimpangan sosial ekonomi, kekerasan politik, dan ketidakadilan politik yang demokratis terletak pada keterbukaan kalangan ekonomi yang bersangkutan. Untuk itu diperlukan upaya-upaya modernisasi dan pembangunan di bidang sosial ekonomi secara cepat. Dalam model ini partisipasi diupayakan secara cepat.
b. Model pembangunan otokrasi
Model pembangunan otokrasi yaitu model pembangunan yang berusaha memusatkan
kekuasaan di tingkatan pertumbuhan ekonomi yang menggairahkan pemerataan ekonomi masyarakat untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat bawah. Pada masa Orde Baru di Indonesia memakai model ini. Struktur masyarakat menengah dikucilkan dari kekuasan politik untuk menciptakan stabilitas politik.
c. Model teknokrasi
Model teknokrasi didasarkan pada asumsi bahwa partisipasi harus ditekan agar rendah sehingga memungkinkan upaya untuk memajukan pembangunan. Model ini ditandai partisipasi yang rendah, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
d. Model populasi
Model populasi mengakibatkan konfl ik sosial dan terbentuknya kutub-kutub polarisasi dalam masyarakat. Model populasi ditandai partisipasi politik yang tinggi, perluasan kebijaksanaan dan kesejahteraan sosial, peningkatan pengusiran sosial, dan pertumbuhan ekonomi yang lamban. Selanjutnya Huntington juga membagi tahapan pembangunan sosial ekonomi dengan partisipasi masyarakat menjadi 5, yaitu:
a. tingkat partisipasi masyarakat cenderung berlainan atas dasar status ekonomi,
b. pembangunan ekonomi dan sosial tidak langsung telah meningkatkan ketegangan dan tekanan antarkelompok,
c. berkembangnya perekonomian yang makin kompleks menyebabkan banyaknya organisasi dan perkumpulan sehingga melibatkan banyak orang dalam kelompok-kelompok itu,
d. pembangunan ekonomi di samping sebagian memerlukan perluasaan-perluasaan yang penting dan fungsi-fungsi pemerintah juga menghasilkan,
e. Modernisasi ekonomi biasanya berlangsung bentuk pembangunan nasional.
Dari sejarah politik Indonesia, krisis partisipasi pada prinsipnya disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
a. Adanya logika formal yang menyatakan bahwa infrastruktur politik dibentuk tanpa melibatkan keikutsertaan rakyat sehingga setiap kebijakan politik yang diambil oleh suprastruktur politik sedikit banyak dirasakan sebagai kurang adanya ikatan batin dengan sebagian rakyat.
b. Setiap keputusan suprastruktur politik harus mengikat dan dipaksakan.
c. Ketidakacuhan (apatis) yang tumbuh dan seringkali disusul dengan manifestasi ekstern berupa separatisme dan demokrasi.
d. Adanya volume tuntutan yang tidak mendapatkan wadah yang cukup dalam suprastruktur politik, sehingga banyak persoalan pembagian yang tujuannya hendak mengembangkan masyarakat menjadi terganggu.

16.   Penutup

Kehidupan politik di suatu negara sangat bergantung pada perilaku warga masyarakatnya dalam sistem politik. Perilaku masyarakat dalam kehidupan poltik itulah yang sering disebut dengan budaya politik. Dalam mengembangkan budaya politik, diperlukan sosialisasi politik. Dengan sosialisasi politik diharapkan masyarakat berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan politik negaranya.
Budaya politik merupakan fenomena dalam masyarakat, yang memiliki pengaruh dalam struktuk politik dan sistem politik. Konsep budaya politik berpusat pada imajinasi (pikiran dan perasaan) yang membentuk aspirasi, harapan, preferensi, dan prioritas tertentu dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh perubahan sosial politik.
Budaya politik yang berkembang dalam suatu negara dilatar belakangi oleh beberapa hal, seperti situasi, kondisi, dan pendidikan masyarakat. Latar belakang tersebut tentunya terjadi di sekitar pelaku politik. Budaya politik adalah aspek politik dari sistem nilai-nilai yang berkembang
dalam masyarakat yang dipengaruhi oleh suasana zaman saat itu dan tingkat pendidikan dari masyarakat itu sendiri. Almond dan Verba mengemukakan bahwa dalam pandangan objek politik
terdapat tiga komponen, yaitu komponen kognitif, komponen orientasi afektif, dan komponen orientasi evaluatif.
Objek-objek orientasi politik meliputi keterlibatan seseorang terhadap sistem politik secara keseluruhan, proses masukan, diri sendiri. Secara umum, terdapat tiga macam budaya politik yang berkembang dalam masyarakat di Indonesia yaitu budaya politik tradisional, budaya politik Islam, dan budaya politik modern. Sosialisasi politik merupakan salah satu dari fungsi-fungsi input sistem
politik yang berlaku di negara manapun. Sosialisasi politik merupakan proses yang dilalui seseorang dalam memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik yang ada dalam masyarakat di tempatnya berada.
Menurut Easton dan Hess, anak-anak mempunyai gambaran yang sama mengenai ayahnya dan presiden selama bertahun-tahun di sekolah awal. Keduanya dianggap sebagai tokoh kekuasaan. Sosialisasi politik berperan mengembangkan serta memperkuat sikap politik di kalangan warga masyarakat yang sadar politik, yaitu sadar akan hak dan kewajiban dalam kehidupan bersama.
Peranan sosialisasi politik melibatkan keluarga, sekolah, dan lembaga-lembaga tertentu yang ada dalam masyarakat. Fungsi sosialisasi politik antara lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang kehidupan politik, serta mendorong timbulnya partisipasi secara maksimal dalam sistem politiknya. Rush dan Althoff mengemukakan tiga cara untuk melakukan sosialisasi politik, yaitu: imitasi, instruksi, dan motivasi.


LATIHAN UJI KOMPETENSI  BUDAYA POLITIK

1. Tokoh yang mengemukakan budaya politik sebagai distribusi pola-pola orientasi khusus adalah
a. Almond dan Verba
b. Huntington
c. Nelson
d. Kartaprawira
e. Syamsudin Haris

2. Komponen yang menyangkut pengetahuan tentang politik dan kepercayaan politik peranan dan segala kewajiban merupakan komponen ….
a. komponen orientasi afektif
b. komponen kognitif
c. komponen evaluasi
d. komponen objek
e. komponen etika

3. Berikut ini yang merupakan komponen orientasi evaluatif adalah ….
a. sistem kepercayaan
b. etika
c. norma
d. ide
e. agama
4. Faktor yang sangat memengaruhi budaya politik adalah ....
a. sistem politik
b. sistem pemerintahan
c. struktur politik
d. partai politik
e. masyarakat

5. Dapat memahami hubungan antara kebudayaan politik, maksud-maksud individu melakukan kegiatan-kegiatan dalam sistem politik atau faktor-faktor apa yang menyebabkan terjadinya pergeseran politik dapat dimengerti. Pernyataan di atas merupakan ... budaya politik.
a. pengertian
b. tujuan
c. manfaat
d. fungsi
e. tipe-tipe
6. Proses yang dilalui seseorang dalam memperoleh sikap dan orientasi terhadap fenomena politik disebut ....
a. budaya politik
b. sikap politik
c. orientasi politik
d. sosialisasi politik
e. kehidupan politik

7. Budaya politik suatu masyarakat yang berkembang akan dipengaruhi oleh … yang ada di dalam masyarakat tersebut.
a. kompleks nilai
b. norma
c. strata sosial
d. budaya setempat
e. struktur poltik
8. Untuk melihat peranan individu dalam sistem politik,  Almond dan Verba membedakan ke dalam golongan ….
a. subjek
b. objek
c. budaya
d. struktur politik
e. strata masyarakat

9. Sistem politik modern merupakan satu hal yang sangat kompleks. Politik bukanlah suatu ekspresi dan aktualisasi kemampuan pribadi seseorang melainkan sesuatu yang didukung oleh ….
a. konsep
b. kekuatan massa
c. simbol
d. pengultusan
e. ide dan pemetaan kekuasan

10. Dalam budaya politik subjek, warga negara memiliki frekuensi yang tinggi terhadap ….
a. tata pemerintahan
b. kekuatan elit politik
c. pembagian kekuasaan
d. kekuatan individu
e. sistem politik

11. Budaya politik Indonesia bersifat parokial-kaula di satu pihak dan budaya politik partisipan di lain pihak. Hal dipengaruhi faktor-faktor berikut ini, kecuali ….
a. isolasi dari kebudayaan luar
b. semangat partisipan yang kuat
c. pengaruh penjajahan
d. feodalisme
e. ikatan primordial

12. Proses sosialisasi politik berlangsung lama dan rumit. Dalam proses tersebut terjadi usaha saling memengaruhi di antara kepribadian individu dengan pengalaman-pengalaman politik yang relevan hingga membentuk …
a. mesin politik
b. tingkah laku politik
c. regenerasi
d. budaya politik
e. struktur politik

13. Cara yang pertama dalam melakukan sosialisasi politik adalah ….
a. observasi
b. motivasi
c. imitasi
d. agitasi
e. representasi
14. Pihak yang dianggap sebagai agen yang mempunyai kepentingan langsung atas sosialisasi politik adalah
a. masyarakat
b. kader partai
c. lembaga swadaya masyarakat
d. pemerintah
e. partai politik

15. Kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik disebut
a. partisipasi politik
b. budaya peran serta
c. struktur politik
d. regenerasi politik
e. kaderisasi politik

16. Bentuk-bentuk partisipasi politik menurut Gabriel Almond adalah ….
a. parokial dan tradisional
b. konvensional dan nonkonvensional
c. struktur dan konvensional
d. modern dan ortodoks
e. tradisional dan non konvensional
17. Salah satu sebab perbedaan konsep partisipasi politik masyarakat dalam pembangunan adalah
a. budaya politik
b. sistem politik
c. bentuk negara
d. pola pemerintahan
e. struktur politik

18. Berikut ini yang bukan merupakan model pembangunan menurut Huntington adalah ….
a. sosialis
b. liberal borjuis
c. otokrasi
d. teknokrasi
e. populasi
19. Timbulnya partisipasi secara maksimal dalam sistem politik dapat didorong oleh ….
a. budaya politik
b. peran partai politik
c. agitasi politik
d. partisipasi politik
e. struktur politik

20. Salah satu bentuk partisipasi politik secara konvensional adalah ….
a. konfrontasi
b. pemogokan
c. demonstrasi
d. kekerasan politik
e. kampanye


KUNCI JAWABAN
1.
6. 
11.
16.
2.
7. 
12.
17.
3.
8. 
13.
18.
4.
9. 
14.
19.
5.
10.
15.
20.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar