BAB VII
PERKEMBANGAN DEMOKRASI DUNIA
1. Pendahuluan
Konsep demokrasi semula lahir dari
pemikiran mengenai hubungan antara negara dan hukum di Yunani Kuno yang
dipraktekkan dalam kehidupan bernegara antara abad ke-6 SM sampai abad ke-4 M.
Sifat demokrasi yang dipraktekkan pada waktu itu adalah demokrasi langsung (direct
democracy).
Direct democracy artinya hak rakyat
untuk membuat keputusan politik dijalankan secara langsung oleh seluruh warga
negara berdasarkan prosedur mayoritas. Sifat langsung itu berjalan efektif
karena Negara Kota (City State) Yunani Kuno berlangsung dalam kondisi
sederhana dengan wilayah negara yang hanya terbatas pada sebuah kota kecil
dengan jumlah penduduk sekitar 300.000 orang. Selain itu
ketentuan-ketentuan menikmati demokrasi hanya berlaku bagi warga negara yang
resmi saja, sedangkan budak belian, para pedagang asing, perempuan dan
anak-anak tidak dapat menikmatinya.
Kehidupan masyarakat abad
pertengahan dicirikan dengan individualistis dan feodalistik, kehidupan
spiritual dalam negara dikuasai oleh Paus dan pejabat agama yang terkadang
mempengaruhi kehidupan poitik negara. Kehidupan politiknya juga ditandai oleh
sering terjadinya perebutan-perebutan kekuasaan diantara para bangsawan. Zaman
ini dikenal dengan dengan zaman kegelapan. Kehidupan sosial politik secara
keseluruhan hanya ditentukan oleh elit-elit masyarakat yakni para agamawan dan
para bangsawan, sehingga demokrasi Yunani Kuno pada abad pertengahan tidak
dapat dipraktekkan (Muchtar Mas’oed:1992)
Akhir abad pertengahan muncul
adagium-adagium masyarakat untuk menghidupkan kembali demokrasi sebagaimana
telah dipraktekkan di zaman Yunani Kuno, karena masyarakat menganggap tanpa
demokrasi kepentingan-kepentingan masyarakat semakin terabaikan, kebebasan
masyarakat semakin terkekang, disamping pengambilan keputusan hanya terletak
pada satu orang yakni raja, tanpa mempertimbangkan apakah keputusan yang
diambil merupakan aspirasi rakyat atau malah membuat masyarakat semakin
menderita. Di Inggris upaya-upaya masyarakat mencapai hasilnya pada tahun 1215
ketika Raja John Lackland menandatangani perjanjian antara kaum
bangsawan dan Kerajaan yang dikenal dengan “Piagam Magna Charta”.
Dalam magna charta ditegaskan
tentang jaminan beberapa hak dan hak-hak khusus (prevelegas) dari para
bawahannya. Magna Charta juga memuat dua prinsip dasar yakni 1). Tentang
pembatasan kekuasaan raja dan 2). Hak Azasi Manusia lebih penting dari
kedaulatan raja (Muktar Mas’oed:1995). Momentum lainnya yang menandai
kemunculan kembali demokrasi di Barat adalah gerakan renaisance dan reformasi.
Renaisance merupakan gerakan yang
menghidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani Kuno. Gerakan ini
lahir di barat karena kontak dengan dunia Islam yang ketika itu sedang berada
pada puncak kejayaan ilmu pengetahuan, seperti ilmuwan Ibnu Khaldum,
Al-Razi, Oemar Khayam, Al-Khawarizmi dan lainnya yang bukan hanya berhasil
mengasimilasikan pengetahuan Parsi Kuno dan warisan klasik (Yunani Kuno)
melainkan berhasil menyesuaikan berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang sesuai
dengan alam pikiran mereka sendiri.
Renaisance merupakan upaya-upaya
pemuliaan terhadap akal pikiran dan perkembangan ilmu pengetahuan guna melihat
hal-hal yang lebih baik untuk dikembangkan. Salah satu cermatan dalam
renaisance adalah mempraktekkan kembali kehidupan demokrasi, karena adanya
anutan kebebasan dalam bertindak sepanjang sesuai dengan akal pikiran
(Azyumardi Azra, 2003:126).
Momentum lain kemunculan kembali
demokrasi di barat adalah reformasi terhadap adanya kekuasaan raja atau
pemimpin agama yang dianggap absolutisme monarchi. Hal ini didasari pada teori
rasionalitas sebagai “social contract” (perjanjian masyarakat)
yang salah satu asasnya menentukan bahwa dunia ini dikuasai oleh hukum yang
timbul dari alam (natural law) yang mengandung prinsip yang universal,
berlaku untuk semua waktu dan semua orang, baik raja, bangsawan maupun rakyat
jelata.
2. Pengertian Demokrasi
Untuk pemakaian kata
"demokrasi" untuk menyebut sistem yang melibatkan pemilu multipartai,
pemerintahan perwakilan, dan kebebasan berbicara, lihat Demokrasi liberal. Untuk
kegunaan lain.
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak setara dalam
pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi mengizinkan
warga negara berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan dalam
perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial,
ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.
Kata ini berasal dari bahasa Yunani (dēmokratía) "kekuasaan rakyat",
yang terbentuk dari (dêmos) "rakyat" dan (kratos)
"kekuatan" atau "kekuasaan" pada abad ke-5 SM untuk
menyebut sistem politik negara-kota Yunani, salah satunya Athena; kata ini
merupakan antonim dari (aristocratie) "kekuasaan elit". Secara
teoretis, kedua definisi tersebut saling bertentangan, namun kenyataannya sudah
tidak jelas lagi. Sistem politik Athena Klasik, misalnya, memberikan
kewarganegaraan demokratis kepada pria elit yang bebas dan tidak menyertakan
budak dan wanita dalam partisipasi politik. Di semua pemerintahan demokrasi
sepanjang sejarah kuno dan modern, kewarganegaraan demokratis tetap ditempati
kaum elit sampai semua penduduk dewasa di sebagian besar negara demokrasi
modern benar-benar bebas setelah perjuangan gerakan hak suara pada abad ke-19
dan 20. Kata demokrasi (democracy) sendiri sudah ada sejak abad ke-16
dan berasal dari bahasa Perancis Pertengahan dan Latin Pertengahan.
Suatu pemerintahan demokratis
berbeda dengan bentuk pemerintahan yang kekuasaannya dipegang satu orang,
seperti monarki, atau
sekelompok kecil, seperti oligarki. Apapun
itu, perbedaan-perbedaan yang berasal dari filosofi Yunani ini sekarang tampak
ambigu karena beberapa pemerintahan kontemporer mencampur aduk elemen-elemen
demokrasi, oligarki, dan monarki. Karl Popper
mendefinisikan demokrasi sebagai sesuatu yang berbeda dengan kediktatoran atau
tirani, sehingga berfokus pada kesempatan bagi rakyat untuk mengendalikan para
pemimpinnya dan menggulingkan mereka tanpa perlu melakukan revolusi.
Ada beberapa jenis demokrasi, tetapi
hanya ada dua bentuk dasar. Keduanya menjelaskan cara seluruh rakyat
menjalankan keinginannya. Bentuk demokrasi yang pertama adalah demokrasi langsung, yaitu semua warga negara berpartisipasi langsung dan
aktif dalam pengambilan keputusan pemerintahan. Di kebanyakan negara demokrasi
modern, seluruh rakyat masih merupakan satu kekuasaan berdaulat namun kekuasaan
politiknya dijalankan secara tidak langsung melalui perwakilan; ini disebut demokrasi perwakilan. Konsep demokrasi perwakilan muncul dari ide-ide dan
institusi yang berkembang pada Abad Pertengahan Eropa, Era Pencerahan, dan Revolusi Amerika Serikat dan Perancis.
3.
Pengertian Demokrasi Menurut Para Ahli
Abraham Lincoln
Demokrasi
adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Charles Costello
Demokrasi
adalah sistem sosial dan politik pemerintahan diri dengan kekuasaan-kekuasaan
pemerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak
perorangan warga negara.
John L. Esposito
Demokrasi
pada dasarnya adalah kekuasaan dari dan untuk rakyat. Oleh karenanya, semuanya
berhak untuk berpartisipasi, baik terlibat aktif maupun mengontrol kebijakan
yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain itu, tentu saja lembaga resmi
pemerintah terdapat pemisahan yang jelas antara unsur eksekutif, legislatif,
maupun yudikatif.
Hans Kelsen
Demokrasi
adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang melaksanakan kekuasaan
Negara ialah wakil-wakil rakyat yang terpilih. Dimana rakyat telah yakin, bahwa
segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan di dalam melaksanakan
kekuasaan Negara.
Sidney Hook
Demokrasi
adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting
secara langsung atau tidak didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan
secara bebas dari rakyat dewasa.
C.F. Strong
Demokrasi
adalah Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota dewan dari masyarakat
ikut serta dalam politik atas dasar sistem perwakilan yang menjamin pemerintah
akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya pada mayoritas tersebut.
Hannry B. Mayo
Kebijaksanaan
umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara
efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan yang didasarkan atas prinsip
kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana di mana terjadi kebebasan
politik.
Merriem
Demokrasi
dapat didefinisikan sebagai pemerintahan oleh rakyat; khususnya, oleh
mayoritas; pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi tetap pada rakyat dan
dilakukan oleh mereka baik langsung atau tidak langsung melalui sebuah sistem
perwakilan yang biasanya dilakukan dengan cara mengadakan pemilu bebas yang
diadakan secara periodik; rakyat umum khususnya untuk mengangkat sumber
otoritas politik; tiadanya distingsi kelas atau privelese berdasarkan keturunan
atau kesewenang-wenangan.
Samuel Huntington
Demokrasi
ada jika para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sebuah sistem
dipilih melalui suatu pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala dan di dalam
sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir seluruh
penduduk dewasa dapat memberikan suara.
4.
Sejarah Demokrasi
Kata "demokrasi" pertama
muncul pada mazhab politik dan filsafat Yunani kuno di negara-kota Athena. Dipimpin oleh Cleisthenes, warga Athena mendirikan negara
yang umum dianggap sebagai negara demokrasi pertama pada tahun 508-507 SM.
Cleisthenes disebut sebagai "bapak demokrasi Athena."
Demokrasi Athena berbentuk demokrasi langsung dan memiliki dua ciri utama: pemilihan acak warga biasa untuk mengisi jabatan
administratif dan yudisial di pemerintahan,[9] dan majelis
legislatif yang terdiri dari semua warga Athena. Semua warga negara yang
memenuhi ketentuan boleh berbicara dan memberi suara di majelis, sehingga
tercipta hukum di negara-kota tersebut. Akan tetapi, kewarganegaraan Athena
tidak mencakup wanita, budak, orang asing, non-pemilik tanah,
dan pria di bawah usia 20 tahun.
Dari sekitar 200.000 sampai 400.000
penduduk Athena, 30.000 sampai 60.000 di antaranya merupakan warga negara Pengecualian
sebagian besar penduduk dari kewarganegaraan sangat berkaitan dengan pemahaman
tentang kewarganegaraan pada masa itu. Nyaris sepanjang zaman kuno, manfaat
kewarganegaraan selalu terikat dengan kewajiban ikut serta dalam perang.
Demokrasi Athena tidak hanya
bersifat langsung dalam artian keputusan dibuat oleh majelis, tetapi
juga sangat langsung dalam artian rakyat, melalui majelis, dan
pengadilan, mengendalikan seluruh proses politik dan sebagian besar warga
negara terus terlibat dalam urusan publik. Meski hak-hak individu tidak dijamin
oleh konstitusi Athena dalam arti modern (bangsa Yunani kuno tidak punya kata
untuk menyebut "hak"), penduduk Athena menikmati kebebasan tidak
dengan menentang pemerintah, tetapi dengan tinggal di sebuah kota yang tidak
dikuasai kekuatan lain dan menahan diri untuk tidak tunduk pada perintah orang
lain.
Pemungutan suara kisaran pertama
dilakukan di Sparta pada 700
SM. Apella merupakan majelis rakyat yang
diadakan sekali sebulan. Di Apella, penduduk Sparta memilih pemimpin dan
melakukan pemungutan suara dengan cara pemungutan suara kisaran dan berteriak.
Setiap warga negara pria berusia 30 tahun boleh ikut serta. Aristoteles menyebut
hal ini "kekanak-kanakan", berbeda dengan pemakaian kotak suara batu
layaknya warga Athena. Tetapi Sparta memakai cara ini karena kesederhanaannya
dan mencegah pemungutan bias, pembelian suara, atau kecurangan yang mendominasi
pemilihan-pemilihan demokratis pertama.
Meski Republik Romawi
berkontribusi banyak terhadap berbagai aspek demokrasi, hanya sebagian kecil
orang Romawi yang memiliki hak suara dalam pemilihan wakil rakyat. Suara kaum
berkuasa ditambah-tambahi melalui sistem gerry mandering (persekongkolan), sehingga
kebanyakan pejabat tinggi, termasuk anggota Senat, berasal
dari keluarga-keluarga kaya dan ningrat. How ever, many not able exceptions did
occur (namun banyak yang tidak mampu terjadi pengecualian). Republik Romawi
juga merupakan pemerintahan pertama di dunia Barat yang negara-bangsanya
berbentuk Republik, meski demokrasinya tidak menonjol. Bangsa Romawi
menciptakan konsep klasik dan karya-karya dari zaman Yunani kuno terus
dilindungi. Selain itu, model pemerintahan Romawi menginspirasi para pemikir
politik pada abad-abad selanjutnya, dan negara-negara demokrasi perwakilan
modern cenderung meniru model Romawi, bukan Yunani, karena Romawi adalah negara
yang kekuasaan agungnya dipegang rakyat dan perwakilan terpilih yang telah
memilih atau mencalonkan seorang pemimpin. Demokrasi perwakilan adalah bentuk
demokrasi yang rakyatnya memilih perwakilan yang kemudian memberi suara
terhadap sejumlah inisiatif kebijakan, berbeda dengan demokrasi langsung yang
rakyatnya memberi suara terhadap inisiatif kebijakan secara langsung.
5. Demokrasi Abad
Pertengahan
Selama Abad Pertengahan, muncul
berbagai sistem yang memiliki pemilihan umum atau pertemuan meski hanya
melibatkan sebagian kecil penduduk. Sistem-sistem tersebut meliputi:
- pemilihan Gopala oleh kasta atas di Bengal, Anak Benua India,
- Persemakmuran Polandia-Lituania (10% dari populasi total),
- Althing di Islandia,
- Løgting di Kepulauan Faeroe,
- beberapa negara-kota Italia abad pertengahan seperti Venesia,
- sistem tuatha di Irlandia abad pertengahan awal, Veche di Republik Novgorod dan Pskov di Rusia abad pertengahan,
- Things di Skandinavia,
- The States di Tirol dan Swiss,
- kota pedagang otonomi Sakai di Jepang abad ke-16, dan
- masyarakat Igbo di Volta-Nigeria.
Banyak wilayah di Eropa abad
pertengahan dipimpin oleh pendeta atau tuan tanah.
Kouroukan Fouga membelah Kekaisaran Mali menjadi
klan-klan (keluarga) berkuasa yang diwakili di majelis umum bernama Gbara.
Sayangnya, piagam tersebut membuat Mali lebih mirip monarki konstitusional alih-alih republik demokratis.
Negara yang sistemnya lebih mendekati demokrasi modern adalah republik-republik
Cossack di Ukraina pada abad ke-16–17: Cossack Hetmanate dan Zaporizhian Sich. Jabatan tertinggi di sana, Hetman, dipilih oleh perwakilan distrik-distrik
negara tersebut.
Magna Carta, 1215, Parlemen Inggris sudah
membatasi kekuasaan raja melalui Magna Carta, yang
secara rinci melindungi hak-hak khusus subjek-subjek Raja, baik yang sudah
bebas atau masih terkekang, dan mendukung apa yang kelak menjadi habeas corpus Inggris, yaitu perlindungan
kebebasan individu dari penahanan tak berdasar dengan hak membela diri.
Parlemen pertama yang dipilih rakyat adalah Parlemen de Montfort di Inggris
pada tahun 1265.
Sayangnya, hanya sekelompok kecil rakyat
yang memiliki hak suara; Parlemen dipilih oleh sekian persen penduduk Inggris
(kurang dari 3% pada tahun 1780) dan kekuasaan menyusun parlemen berada di
tangan monarki (biasanya saat ia membutuhkan dana).
Kekuasaan Parlemen bertambah secara
bertahap pada abad-abad berikutnya. Setelah Revolusi Agung 1688, Undang-Undang Hak Asasi Inggris tahun 1689
yang mengatur hak-hak tertentu dan menambah pengaruh Parlemen diberlakukan. Penyebarannya perlahan ditingkatkan dan
kekuasaan parlemen terus bertambah sampai monark hanya bersifat pelengkap.
Seiring meningkatnya penyebaran pengaruh, sistem pemerintahan di seluruh
Inggris diseragamkan dengan penghapusan wilayah (borough) yang usang (borough jumlah pemilihnya sangat
sedikit) melalui Undang-Undang Reformasi 1832.
Di Amerika Utara, pemerintahan
perwakilan terbentuk di Jamestown, Virginia, dengan dipilihnya Majelis Burgesses (pendahulu Majelis Umum Virginia) pada tahun
1619. Kaum Puritan Inggris yang bermigrasi sejak 1620 mendirikan koloni-koloni
di New England yang pemerintahan daerahnya bersifat demokratis dan mendorong
perkembangan demokrasi di Amerika Serikat. Walaupun
majelis-majelis daerah memiliki sedikit kekuasaan turunan, otoritas mutlaknya
dipegang oleh Raja dan Parlemen Inggris.
6.
Demokrasi Era modern
Abad ke-18
dan 19, Bangsa pertama dalam sejarah modern yang mengadopsi konstitusi demokrasi
adalah Republik Korsika pada tahun 1755. Konstitusi Korsika didasarkan pada prinsip-prinsip Pencerahan dan sudah
mengizinkan hak suara wanita, hak yang baru diberikan di negara
demokrasi lain pada abad ke-20. Pada tahun 1789, Perancis pasca-Revolusi mengadopsi Deklarasi Hak Asasi Manusia dan Warga Negara dan Konvensi Nasional dipilih
oleh semua warga negara pria pada tahun 1792.
Penetapan hak suara pria universal di Perancis
tahun 1848 adalah peristiwa penting dalam sejarah demokrasi. Hak suara pria universal ditetapkan di Perancis pada bulan
Maret 1848 setelah Revolusi Perancis 1848. Tahun
1848, serangkaian revolusi pecah di Eropa setelah para pemimpin negara
dihadapkan dengan tuntutan konstitusi liberal dan pemerintahan yang lebih
demokratis dari rakyatnya.
Walaupun tidak disebut demokrasi
oleh para bapak pendiri Amerika Serikat, mereka
memiliki keinginan yang sama untuk menguji prinsip kebebasan dan kesetaraan
alami di negara ini. Konstitusi Amerika Serikat yang diadopsi tahun 1788 menetapkan
pemerintahan terpilih dan menjamin hak-hak dan kebebasan sipil.
Pada zaman kolonial sebelum 1776,
dan beberapa saat setelahnya, hanya pemilik properti pria dewasa berkulit putih
yang boleh memberi suara, budak Afrika, sebagia besar penduduk berkulit hitam
bebas dan wanita tidak boleh memilih. Di garis depan Amerika Serikat, demokrasi
menjadi gaya hidup dengan munculnya kesetaraan sosial, ekonomi, dan politik.
Akan tetapi, perbudakan adalah institusi sosial dan ekonomi, terutama di 11
negara bagian di Amerika Serikat Selatan. Sejumlah organisasi didirikan untuk
mendukung perpindahan warga kulit hitam dari Amerika Serikat ke tempat yang
menjamin kebebasan dan kesetaraan yang lebih besar.
Pada Sensus Amerika Serikat 1860, populasi
budak di Amerika Serikat bertambah menjadi empat juta jiwa, dan pada Rekonstruksi pasca-Perang Saudara (akhir
1860-an), budak-budak yang baru
bebas menjadi warga negara dengan hak suara (pria saja). Penyertaan penuh warga
negara belum sempurna dilakukan sampai Gerakan Hak-Hak Sipil
Afrika-Amerika (1955–1968) disahkan oleh Kongres Amerika Serikat melalui Undang-Undang Hak Suara 1965.
Transisi abad ke-20 ke demokrasi
liberal muncul dalam serangkaian "gelombang demokrasi" yang
diakibatkan oleh perang, revolusi, dekolonisasi, religious and economic
circumstances. Perang Dunia I dan
pembubaran Kesultanan Utsmaniyah dan Austria-Hongaria berakhir
dengan terbentuknya beberapa negara-bangsa baru di Eropa, kebanyakan di
antaranya tidak terlalu demokratis.
Pada tahun 1920-an, demokrasi tumbuh
subur tetapi terhambat Depresi Besar. Amerika
Latin dan Asia langsung berubah ke sistem kekuasaan mutlak atau kediktatoran. Fasisme dan
kediktatoran terbentuk di Jerman Nazi, Italia, Spanyol, dan Portugal, serta
rezim-rezim non-demokratis di Baltik, Balkan, Brasil, Kuba, Cina, dan Jepang.
Perang Dunia II mulai
memutarbalikkan tren ini di Eropa Barat. Demokratisasi Jerman dudukan Amerika Serikat, Britania, dan
Perancis (diragukan), Austria, Italia, dan Jepang dudukan menjadi
model teori perubahan rezim selanjutnya.
Akan tetapi, sebagian besar Eropa Timur, termasuk Jerman dudukan Soviet masuk dalam blok-Soviet yang non-demokratis. Perang Dunia
diikuti oleh dekolonisasi dan banyak
negara merdeka baru memiliki konstitusi demokratis. India tampil sebagai negara demokrasi
terbesar di dunia sampai sekarang.
Pada tahun 1960, banyak negara yang
menggunakan sistem demokrasi, meski sebagian besar penduduk dunia tinggal di
negara yang melaksanakan pemilihan umum terkontrol dan bentuk-bentuk
pembohongan lainnya (terutama di negara komunis dan bekas koloninya).
Gelombang demokratisasi yang muncul setelah itu membawa
keuntungan demokrasi liberal sejati yang besar bagi banyak negara. Spanyol, Portugal (1974), dan
sejumlah kediktatoran militer di Amerika Selatan kembali dikuasai rakyat sipil
pada akhir 1970-an dan awal 1980-an (Argentina tahun 1983, Bolivia, Uruguay tahun 1984, Brasil tahun 1985, dan Chili awal 1990-an). Peristiwa
ini diikuti oleh banyak bangsa di Asia Timur dan Selatan pada
pertengahan sampai akhir 1980-an.
Malaise ekonomi tahun 1980-an,
disertai ketidakpuasan atas penindasan Soviet, menjadi faktor runtuhnya Uni Soviet yang
menjadi tanda berakhirnya Perang Dingin dan
demokratisasi dan liberalisasi bekas negara-negara blok Timur. Kebanyakan
negara demokrasi baru yang sukses secara geografis dan budaya terletak dekat
dengan Eropa Barat. Mereka sekarang menjadi anggota atau calon anggota Uni Eropa. Sejumlah
peneliti menganggap Rusia saat ini bukanlah demokrasi sejati dan lebih mirip
kediktatoran.
Indeks Demokrasi yang disusun The Economist pada
Desember 2011. Warna hijau mewakili negara-negara yang lebih demokratis. Warna
merah gelap mewakili negara-negara otoriter.
Tren liberal ini menyebar ke
beberapa negara di Afrika pada tahun 1990-an, termasuk Afrika Selatan. Contoh
terbaru liberalisasi adalah Revolusi Indonesia 1998, Revolusi Bulldozer di Yugoslavia, Revolusi Mawar di Georgia, Revolusi Oranye di Ukraina, Revolusi Cedar di Lebanon, Revolusi Tulip di Kyrgyzstan, dan Revolusi Yasmin di Tunisia.
Menurut Freedom House, pada tahun
2007 terdapat 123 negara demokrasi elektoral (naik dari 40 pada tahun 1972). Menurut World Forum on Democracy, jumlah
negara demokrasi elektoral mencapai 120 dari 192 negara di dunia dan mencakup
58,2 penduduk dunia. Pada saat yang sama, negara-negara demokrasi liberal (yang
dianggap Freedom House sebagai negara yang bebas dan menghormati hukum dan HAM)
berjumlah 85 dan mencakup 38 persen penduduk dunia.
Pada tahun 2010, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyatakan 15 September sebagai Hari Demokrasi Internasional. Negara-negara
berikut dikategorikan sebagai demokrasi penuh oleh Democracy Index pada tahun 2011:
Democracy Index memasukkan 53 negara
di kategori berikutnya, demokrasi tidak sempurna: Argentina, Benin, Botswana, Brasil, Bulgaria, Tanjung Verde, Chili, Kolombia, Kroasia, Siprus, Republik Dominika, El Salvador, Estonia, Perancis, Ghana, Yunani, Guyana, Hongaria, Indonesia, India, Israel, Italia, Jamaika, Latvia, Lesotho, Lituania, Makedonia, Malaysia, Mali, Meksiko, Moldova, Mongolia, Montenegro, Namibia, Panama, Papua Nugini, Paraguay, Peru, Filipina, Polandia, Portugal, Indonesia, Rumania, Serbia, Slowakia, Slovenia, Afrika Selatan, Sri Lanka, Suriname, Taiwan, Thailand, Timor-Leste, Trinidad dan Tobago, Zambia.
7.
Bentuk - Bentuk Demokrasi
Secara umum terdapat dua bentuk demokrasi yaitu
demokrasi langsung dan demokrasi perwakilan.
a.
Demokrasi langsung
Demokrasi langsung merupakan suatu bentuk demokrasi dimana setiap rakyat
memberikan suara atau pendapat dalam menentukan suatu keputusan. Dalam sistem
ini, setiap rakyat mewakili dirinya sendiri dalam memilih suatu kebijakan
sehingga mereka memiliki pengaruh langsung terhadap keadaan politik yang
terjadi. Sistem demokrasi langsung digunakan pada masa awal terbentuknya
demokrasi di Athena dimana ketika terdapat suatu permasalahan yang harus
diselesaikan, seluruh rakyat berkumpul untuk membahasnya. Di era modern sistem
ini menjadi tidak praktis karena umumnya populasi suatu negara cukup besar dan
mengumpulkan seluruh rakyat dalam satu forum merupakan hal yang sulit. Selain
itu, sistem ini menuntut partisipasi yang tinggi dari rakyat sedangkan rakyat
modern cenderung tidak memiliki waktu untuk mempelajari semua permasalahan
politik negara.
b. Demokrasi perwakilan
Dalam demokrasi perwakilan, seluruh rakyat memilih perwakilan melalui pemilihan umum untuk
menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan bagi mereka.
c.
Prinsip-prinsip demokrasi
Rakyat dapat secara bebas menyampaikan aspirasinya dalam
kebijakan politik dan sosial. Prinsip demokrasi dan prasyarat dari berdirinya
negara demokrasi telah terakomodasi dalam konstitusi Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Prinsip-prinsip demokrasi, dapat ditinjau dari pendapat Almadudi yang kemudian dikenal dengan
"soko guru demokrasi". Menurutnya, prinsip-prinsip demokrasi adalah:
- Kedaulatan rakyat;
- Pemerintahan berdasarkan persetujuan dari yang diperintah;
- Kekuasaan mayoritas;
- Hak-hak minoritas;
- Jaminan hak asasi manusia;
- Pemilihan yang bebas, adil dan jujur;
- Persamaan di depan hukum;
- Proses hukum yang wajar;
- Pembatasan pemerintah secara konstitusional;
- Pluralisme sosial, ekonomi, dan politik;
- Nilai-nilai toleransi, pragmatisme, kerja sama, dan mufakat.
d.
Asas pokok demokrasi
Gagasan pokok atau
gagasan dasar suatu pemerintahan demokrasi adalah pengakuan hakikat manusia, yaitu pada dasarnya
manusia mempunyai kemampuan yang sama dalam hubungan sosial. Berdasarkan gagasan dasar tersebut
terdapat dua asas pokok demokrasi, yaitu:
- Pengakuan partisipasi rakyat dalam pemerintahan, misalnya pemilihan wakil-wakil rakyat untuk lembaga perwakilan rakyat secara langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil; dan
- Pengakuan hakikat dan martabat manusia, misalnya adanya tindakan pemerintah untuk melindungi hak-hak asasi manusia demi kepentingan bersama.
Ciri-ciri pemerintahan demokratis
Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima dan
dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia. Ciri-ciri suatu pemerintahan
demokrasi adalah sebagai berikut:
- Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).
- Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak asasi rakyat (warga negara).
- Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.
- Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen sebagai alat penegakan hukum
- Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.
- Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.
- Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di lembaga perwakilan rakyat.
- Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan (memilih) pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga perwakilan rakyat.
- Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama, golongan, dan sebagainya).
8.
Penutup
Budaya demokrasi sesungguhnya sudah berkembang sejak
zaman purba, yaitu pada zaman berburu. Banyangkan sekelompok laki-laki purba
berkumpul dimalam hari mengelilingi api unggun sambil berdiskusi untuk
memastikan apakah mereka akan berburu keesokan hariunya atau tidak. Mereka
adalah pemburu berpengalaman di sukunya dan merasa sama-sama pantas untuk
mengemukakan pandangannya masing-masing dan ingin didengarkan. Di sekeliling
api unggun, para lelaki itu sedang mengambil bagian dari demokrasi.
Demokrasi sebagi proses melibatkan masyarakat dalam
pemerintahan muncul dibeberapa kota di yunani kuno sekitar abad ke VI SM.
Kemungkinan besar warga Athenalah yang mencetuskan kata demokratia(demokrasi),
yang merupakan gabungan dari dua kata demos(rakyat), dan kratos(memerintah),
unuk menggambarkan system pemerintahan mereka.
Ciri utama demokrasi yang dipraktekkan pada bangsa
yunani kuno adalah adanya majlis, yaitu sebuah pertemuan rakyat yang teratur
dimana para warga Negara terhormat bebas mengemukakan pendapat.majlis memilih
10 jendral untuk mengurus hal-hal yang berkaitan dengan kemiliteran. Namun
majlis yang memerintah yang berjumlah 500 orang dengan para pegawai Negara
lainnya dipilih dengan cara diundi. Dengan cara itu setiap warga memiliki
kesempatan yang sama. Hak-hak warga Negara lainnya diakui untuk menjamin system
berjalan sebagaimana diharapkan. Yang paling penting dari semuanya itu adalah
adanya kebebasan berpendapat. Tanpa kebebasan berpendapat, tidak aka nada debat
baik dalam majelis.
Demokrasi
yunani kuno bertahan hanya beberapa ratus tahun, dan akhirnya mati pada abad
ke2 SM. Selama periode yang sama republic romawi juga berkembang pesat. Meski
bukan sebuah demokrasi sebagaimana diterapkan di yunani kuno, republic ini
memiliki ciri demokrasi. Pada awalnya hanya kaum aristrokat, yaitu orang-orang
yang mewariskan kekuasaan selama turun temurun, yang duduk di pemerintahan.
Setelah itu rakyat juga diizinkan untuk memegang beberapa jabatan dan memilih
pemimpin mereka sendiri.
Ketika orang-orang roma mulai menaklukkan
Negara-negara lain, rakyat yang baru ditaklukkan diizinkan untuk menjadi warga
Negara roma dan mengambil bagian dalam praktek demokrasi ini. Namun, dalam
kenyataannya itu tidak pernah terjadi. Wilayah taklukan romawi sangat luas.
Dalam kondisi seperti itu, tidak mungkin warga Negara taklukkan ini bias
mempengaruhi pemerintahan yang berpusat di roma. Gagasan untuk memilih para
wakil dari daerah-daerah taklukan keibukota romawi. Dalam kenyataan tidak
pernah terjadi.
Pada abad terakhir SM lembaga-lembagademokrasi
republic romawi dihancurkan oleh para pejabat yang korup dan prajurut yang haus
kekuasaan. Republic ini diganti oleh kaisar yang sewenang-wenang. Selama 600
tahun berikutnya, demokrasi benar-benar hilang.
Demokrasi muncul kembali di eropa utara sekitar 600
tahun setelah masehi. Untuk menangani perselisihan dan membahas peraturan bagi
komunitasnya, kaum Viking memanggil majlis yang di sebut thing untuk bersidang,
mereka menganggap satu sama lain sederajat.
Sekitar tahun 930 M, kaum Viking di islandia membentuk
althing, yaitu sebuah majlis untuk seluruh kepilaun. Majlis ini bertahan selama
lebih dari 3abad. Selama 500 tahun berikutnya, anggota majlis regional dan
nasional serupa munjul di skandinavia. Badan-badan serupa juga munjul di
belgia, belanda, Luxemburg, dan inggris.
Berkembang pesatnya industry dan perdagangan
memunjulkan kelas bisnis baru dan kaya. Para penguasa Negara yaitu ratu/raja,
seringkali sangat membutuhkan uang. Abad berganti abad, para penguasa ini
membentuk majelis yang terdiri dari orang-orang kaya dan berpengaruh. Dengan
demikian raja bukan satu-satunya lagi orang yang menentukan berjalanya Negara.
Ini dilakukan untuk menghindari pertentangan yang keras dari kaum kaya yang
dari hari ke hari semakin disegani dalam masyarakat. Orang-orang ini kemudian
akan memutuskan bagaimana menata dan mengatur sesuai dengan kepentinagn mereka
dan kepentingan raja/ratu. Pada tahun-tahu awal, majelis semajam ini hanya
mewakili sekelompok kecil masyarakat, namun selama abad-abad berikutnya semakin
banyak orang yang diberi kesempatan untuk mengambil bagian.
Yang paling terkenal dari semua majelis ini, dan yang
paling mempengaruhi perkembangan demokrasi, adalah perlemen inggris. Perlemen
ini menganut system dua kamar atau two houses. Kaum bangsawan kaya(nobles) yang
berpengaruh duduk di perlemen yang disebut majles tinggi. Mereka ini adalah
penasehat raja/ratu. Para wakil dari kelas menengah yang memiliki kekayaan
dipilih oleh rakyat dan duduk dalam majelis rendah, yang dalam waktu yang
singkat menjadi berpengaruh daripada majelis tinggi.
Kedua majlis ini baik secara terpisah maupun
bersama-sama, berhasil membatasi kekuasaan raja/ratu, sampai akhirnya tercapai
apa yang disebuat perimbangan dan pembagian kekuasaan. Secara garis besar bias
dikatakan perlemen membuat undang-undang baru(fungsi legislative) dan raja/ratu
melaksanakan undang-undang tersebut(fungsi eksekutif). Hakim-hakim yang mandiri
menafsirkan hokum-hukum apabila diperlukan(fungsi yudikatif). Masing-masing
dari ketiga lembaga kekuasaan ini mengecek dua yang lain.
System ini dibentuk tidak sebagai jawaban terhadap
tuntutan rakyat akan demokrasi, melainkan ajang berbagi kekuasaan di antara
berbagai kelompok kelas atas dalam masyarakat. Meski demikian mereka juga ingin
menuntut keterwakilan rakyat dalam perlemen dan lebih lanjut membatasi
kekuasaan raja yang hanya mewakili dirinya sendiri saja akan bangga menyebut
diri mereka sebagai pejuang demokrasi yang lebih besar. Gagasan ini selanjutnya
di perkuat oleh munculnya protetantisme. Dalam pandangan beberapa kaun
protestan, kalau semua masyarakat sama di mata tuhan, maka mestinya semua
manusia juga memiliki kesempatan dan hak yang sama dalam melatih dan
menjalankanm pemerintahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar