BAB VI
PERKEMBANGAN
DEMOKRASI DI INDONESIA
1. Pendahuluan
Dalam era globalisasi, perlu kita ketahui apa yang harus dilakukan sebagai
warga negara agar mampu berperan aktif dalam kehidupan masyarakat di Indonesia.
Kemajemukan masyarakat merupakan sebuah anugerah dimana bangsa Indonesia harus
memiliki sikap toleransi tinggi untuk hidup berdampingan dan dan tidak saling
menghancurkan. Oleh karena itu, demokrasi sebagai alat pemersatu bangsa harus
diketahui dan dimengerti oleh setiap warga negara guna terciptanya masyarakat
yang kritis dan mampu berperan aktif sesuai dengan tujuan serta fungsi
masyarakat pada umunya.
Selalu terngiang dalam benak kita bahwa terjadi penyimpangan-penyimpangan
jabatan oleh politisi negara yang digunakan untuk memperkuat kepentingan mereka
masing-masing. Hampir setiap hari kasus dan skandal pejabat negara terungkap
dan hanya berakhir mengambang dan tak terselesaikan. Ironisnya, dalam berbagai
media masih banyak ditemui masyarakat yang merasa belum puas dengan kebijakan
yang dibuat oleh pemerintah dan mereka tak mengerti bagaimana cara menyampaikan
aspirasinya.
Kehidupan masyarakat tersebut menyiratkan bahwa pelaksanaan demorasi yang
ada di negara ini belum berjalan dengan optimal. Demokrasi yang mencakup lima
nilai dasar masyarakat Indonesia masih berjalan pincang karena terlihat belum
bisa terlaksana semuanya. Sebagai warga negara, tentu kita yang merasakan
dampak dan akibat kepincangan tersebut. OLeh karena itu, perlu kita untuk
mengetahui apa yang harus kita lakukan untuk menanggulangi keberadaan demokrasi
Pancasila agar terus terlaksana dengan baik sesuai dengan tujuan Pancasila itu
sendiri.
Maka, sangat menarik bila kita bahas tentang Pelaksanaan Demokrasi di
Indonesia saat ini agar kita mengerti secara sistematis pengertian
demokrasi Pancasila, keberadaannya, serta tanggung jawab kita dalam
berperan aktif dalam kehidupan berbangsa ini. Sehingga kita mampu mengerti apa
yang harus kita lakukan untuk melakukan perubahan kearah yang lebih baik serta
terciptanya masyarakat yang sejahtera.
Demokrasi adalah bentuk atau mekanisme sistem pemerintahan suatu negara sebagai upaya mewujudkan kedaulatan
rakyat (kekuasaan warganegara) atas
negara untuk dijalankan oleh pemerintah negara
tersebut. Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan legislatif).
Berawal dari kemenangan Negara-negara Sekutu terhadap Negara-negara Jerman,
Italia & Jepang pada Perang Dunia II (1945), dan disusul kemudian dengan
keruntuhan Uni Soviet yang berlandasan paham Komunisme di akhir Abad XX , maka
paham Demokrasi paham yang mendominasi tata kehidupan umat manusia di dunia
dewasa ini.
Indonesia adalah salah satu negara yang menjunjung tinggi demokrasi, untuk
di Asia Tenggara Indonesia adalah negara yang paling terbaik menjalankan
demokrasinya, mungkin kita bisa merasa bangga dengan keadaan itu.
Didalam praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal kemerdekaan hingga
saat ini, ternyata paham demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia
terdiri dari beberapa model demokrasi perwakilan yang saling berbeda satu
dengan lainnya.
2. Pengertian Demokrasi
Istilah Demokrasi berasal dari kata “demos” yang berarti rakyat dan
“kratein” atau “kratos”yang berarti memerintah.
Tokoh-tokoh yang mempunyai andil besar dalam memperjuangkan demokrasi,
misalnya : John Locke (dari Inggris), Montesquieu (dari
Perancis), dan Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln. Menurut John
Locke ada dua asas terbentuknya negara. Pertama, pactum unionis
yaitu perjanjian antar individu untuk membentuk negara. Kedua, pactum
suvjektionis, yaitu perjanjian negara yang dibentuknya. Abraham Lincoln
berpendapat bahwa demokrasi adalah sistem pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat
dan untuk rakyat (democracy is government of the people, by the people, for the
people). Ada dua asas pokok tentang demokrasi, yaitu sebagai berikut :
a. Pengakuan partisipasi rakyat di
dalam pemerintahan.
b. Pengakuan hakikat dan martabat
manusia HAM
3. Sejarah
Demokrasi di Indonesia
Sejak Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17
Agustus 1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD
1945 (yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia menganut paham atau ajaran demokrasi, dimana
kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan Rakyat dan dilaksanakan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian berarti
juga NKRI tergolong sebagai negara yang menganut paham Demokrasi Perwakilan
(Representative Democracy).
Penetapan paham demokrasi sebagai tataan pengaturan hubungan antara rakyat
disatu pihak dengan negara dilain pihak, oleh Para Pendiri Negara Indonesia yang duduk
di BPUPKI tersebut, kiranya tidak bisa dilepaskan dari kenyataan bahwa sebagian
terbesarnya pernah mengecap pendidikan Barat, baik mengikutinya secara langsung
di negara-negara Eropa Barat (khususnya Belanda), maupun mengikutinya melalui
pendidikan lanjutan atas dan pendidikan tinggi yang diselenggarakan oleh
pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia sejak beberapa dasawarsa sebelumnya,
sehingga telah cukup akrab dengan ajaran demokrasi yang berkembang di
negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Tambahan lagi suasana pada saat
itu (Agustus 1945) negara-negara penganut ajaran demokrasi telah keluar sebagai
pemenang Perang Dunia-II.
Didalam praktek kehidupan kenegaraan sejak masa awal kemerdekaan hingga
saat ini, ternyata paham demokrasi perwakilan yang dijalankan di Indonesia
terdiri dari beberapa model demokrasi perwakilan yang saling berbeda satu
dengan lainnya.
Sejalan dengan diberlakukannya UUD Sementara 1950 (UUDS 1950) Indonesia
mempraktekkan model Demokrasi Parlemeter Murni (atau dinamakan juga Demokrasi
Liberal), yang diwarnai dengan cerita sedih yang panjang tentang instabilitas
pemerintahan (eksekutif = Kabinet) dan nyaris berujung pada konflik ideologi di
Konstituante pada bulan Juni-Juli 1959.
Guna mengatasi konflik yang berpotensi mencerai-beraikan NKRI tersebut,
maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Ir.Soekarno mengeluarkan Dekrit
Presiden yang memberlakukan kembali UUD 1945, dan sejak itu pula diterapkan
model Demokrasi Terpimpin yang diklaim sesuai dengan ideologi Negara Pancasila
dan paham Integralistik yang mengajarkan tentang kesatuan antara rakyat dan
negara.
Namun belum berlangsung lama, yaitu hanya sekitar 6 s/d 8 tahun dilaksanakan-nya
Demokrasi Terpimpin, kehidupan kenegaraan kembali terancam akibat konflik
politik dan ideologi yang berujung pada peristiwa G.30.S/PKI pada tanggal 30
September 1965, dan turunnya Ir. Soekarno dari jabatan Presiden RI pada tanggal
11 Maret 1968.
Presiden Soeharto yang menggantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden ke-2 RI
dan menerapkan model Demokrasi yang berbeda lagi, yaitu dinamakan Demokrasi
Pancasila (Orba), untuk menegaskan klaim bahwasanya model demokrasi inilah yang
sesungguhnya sesuai dengan ideologi negara Pancasila.
Demokrasi Pancasila (Orba) berhasil bertahan relatif cukup lama
dibandingkan dengan model-model demokrasi lainnya yang pernah diterapkan
sebelumnya, yaitu sekitar 30 tahun, tetapi akhirnyapun ditutup dengan cerita
sedih dengan lengsernya Jenderal Soeharto dari jabatan Presiden pada tanggal 21
Mei 1998, dan meninggalkan kehidupan kenegaraan yang tidak stabil dan krisis
disegala aspeknya.
Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya
Presiden Soeharto, maka NKRI memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru,
sebagai hasil dari kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir semua
aspek kehidupan masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya. Kebijakan
reformasi ini berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya)
karena dianggap sebagai sumber utama kegagalan tataan kehidupan kenegaraan di
era Orde Baru.
Amandemen UUD 1945, terutama yang berkaitan dengan kelembagaan negara,
khususnya lagi perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan dan aspek sifat
hubungan antar lembaga-lembaga negaranya, dengan sendirinya mengakibatkan
terjadinya perubahan terhadap model demokrasi yang dilaksanakan dibandingkan
dengan model Demokrasi Pancasila di era Orde Baru.
4.
Prinsip-prinsip Demokrasi
a. Keterlibatan warga negara dalam pembuatan keputusan politik.
b. Tingkat persamaan (kesetaraan) tertentu antara warga negara.
c. Tingkat kebebasan atau kemerdekaan tertentu yang diakui dan dipakai oleh
para warga negara.
d. Penghormatan terhadap supremasi hukum.
Prinsip
demokrasi yang didasarkan pada konsep di atas (rule of law), antara lain
sebagai berikut :
a. Tidak adanya kekuasaan yang
sewenang-wenang;
b. Kedudukan yang sama dalam hukum;
c. Terjaminnya hak asasi manusia
oleh undang-undang
5. Makna Budaya
Demokrasi
Pertama kali demokrasi diterapkan di Yunani di kota Athena dengan demokrasi
langsung, yaitu pemerintahan dimana seluruh rakyat secara bersama-sama
diikutsertakan dalam menetapkan garis-garis besar kebijakan pemerintah negara
baik dalam pelaksanaan maupun permasalahannya.
Tokoh-tokoh yang mempunyai andil besar dalam memperjuangkan demokrasi,
antara lain sebagai berikut :
a. John Locke (Inggris)
John Locke
menganjurkan perlu adanya pembagian kekuasaan dalam pemerintahan negara, yaitu
sebagai berikut:
1) Kekuasaan
Legislatif yaitu kekuasaan pembuat undang-undang.
2) Kekuasaan
Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang.
3) Kekuasaan
Federatif yaitu kekuasaan untuk menetapkan perang dan damai, membuat perjanjian
(aliansi) dengan negara lain, atau membuat kebijaksanaan/perjanjian dengan
semua orang atau badan luar negeri.
b. Montesquieu (Prancis)
Kekuasaan
negara dalam melaksanakan kedaulatan atas nama seluruh rakyat untuk menjamin,
kepentingan rakyat harus terwujud dalam pemisahaan kekuasaan lembaga-lembaga
negara, antara lain sebagai berikut:
1) Kekuasaan
Legislatif yaitu kekuasaan pembuat undang-undang.
2) Kekuasaan
Eksekutif yaitu kekuasaan melaksanakan undang-undang.
3) Kekuasaan
Yudikatif yaitu kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan undang-undang oleh badan
peradilan.
c. Abraham Lincoln (Presiden Amerika
Serikat)
Menurut
Abraham Lincoln “Democracy is government of the people, by people, and for
people”. Demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk
rakyat.
6. Budaya
Prinsip Demokrasi
Pada hakikatnya demokrasi adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Kerakyatan adalah kekuasaan
tertinggi yang berada di tangan rakyat. Hikmah kebijaksanaan adalah penggunaan
akal pikiran atau rasio yang sehat dengan selalu mempertimbangkan persatuan dan
kesatuan bangsa.
Permusyawaratan adalah tata cara khas kepribadian Indonesia dalam
merumuskan dan memutuskan sesuatu hal berdasarkan kehendak rakyat sehingga
mencapai mufakat. Isi pokok-pokok demokrasi Pancasila, antara lain sebagai
berikut :
a. Pelaksanaan demokrasi harus berdasarkan Pancasila sesuai dengan yang
tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat.
b. Demokrasi harus menghargai hak asasi manusia serta menjamin hak-hak
minoritas.
c. Pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan harus berdasarkan berdasarkan atas
kelembagaan.
d. Demokrasi harus bersendikan pada hukum seperti dalam UUD 1945. Indonesia
adalah negara hukum (rechstaat) bukan berdasarkan kekuasaan belaka (machstaat).
Demokrasi Pancasila juga mengajarkan
prinsip-prinsip, antara lain sebagai berikut:
a. Persamaan
b. Keseimbangan hak dan kewajiban
c. Kebebasan yang bertanggung jawab
d. Musyawarah untuk mufakat.
e. Mewujudkan rasa keadilan sosial.
f. Mengutamakan persatuan nasional
dan kekeluargaan.
g. Menjunjung tinggi tujuan dan
cita-cita nasional.
Ada 11 prinsip yang diyakini sebagai kunci untuk memahami perkembangan
demokrasi, antara lain sebagai berikut :
a. Pemerintahan berdasarkan
konstitusi
b. Pemilu yang demokratis
c. Pemerintahan lokal
(desentralisasi kekuasaan)
d. Pembuatan UU
e. Sistem peradilan yang independen
f. Kekuasaan lembaga kepresidenan
g. Media yang bebas
h. Kelompok-kelompok kepentingan
i. Hak masyarakat untuk tahu
j. Melindungi hak-hak minoritas
k. Kontrol sipil atas militer
7. Perkembangan
Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dilihat dari Pelaksanaan
Demokrasi yang pernah ada di Indonesia. Pelaksanaan demokrasi di indonesia
dapat dibagi menjadi beberapa periodesasi antara lain :
1. Pelaksanaan demokrasi pada masa
revolusi ( 1945 – 1950 ).
Tahun 1945 – 1950, Indonesia masih berjuang menghadapi Belanda yang ingin
kembali ke Indonesia. Pada saat itu pelaksanaan demokrasi belum berjalan dengan
baik. Hal itu disebabkan oleh masih adanya revolusi fisik. Pada awal
kemerdekaan masih terdapat sentralisasi kekuasaan hal itu terlihat Pasal 4
Aturan Peralihan UUD 1945 yang berbunyi sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk
menurut UUD ini segala kekuasaan dijalankan oleh Presiden dengan dibantu oleh
KNIP. Untuk menghindari kesan bahwa negara Indonesia adalah negara yang absolut
pemerintah mengeluarkan :
- Maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, KNIP berubah menjadi lembaga legislatif.
- Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945 tentang Pembentukan Partai Politik.
- Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945 tentang perubahan sistem pemerintahan presidensil menjadi parlementer
2. Pelaksanaan demokrasi pada masa
Orde Lama
a. Masa Demokrasi Liberal (1950 –
1959)
Masa demokrasi liberal yang parlementer dan presiden sebagai lambang atau berkedudukan
sebagai Kepala Negara bukan sebagai kepala eksekutif. Masa demokrasi ini
peranan parlemen, akuntabilitas politik sangat tinggi dan berkembangnya
partai-partai politik.
Namun demikian praktek demokrasi pada
masa ini dinilai gagal disebabkan :
a)
Dominannya partai politik
b)
Landasan sosial ekonomi yang masih lemah
c)
Tidak mampunya konstituante bersidang untuk mengganti
UUDS 1950
Atas dasar kegagalan itu maka
Presiden mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
a)
Bubarkan konstituante
b)
Kembali ke UUD 1945 tidak berlaku UUD S 1950
c)
Pembentukan MPRS dan DPAS
b. Masa Demokrasi Terpimpin (1959 –
1966)
Pengertian demokrasi terpimpin menurut Tap MPRS No. VII/MPRS/1965 adalah
kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan yang berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong royong
diantara semua kekuatan nasional yang progresif revolusioner dengan berporoskan
nasakom dengan ciri:
- Dominasi Presiden
- Terbatasnya peran partai politik
- Berkembangnya pengaruh PKI
Penyimpangan masa demokrasi
terpimpin antara lain:
- Mengaburnya sistem kepartaian, pemimpin partai banyak yang dipenjarakan
- Peranan Parlemen lembah bahkan akhirnya dibubarkan oleh presiden dan presiden membentuk DPRGR
- Jaminan HAM lemah
- Terjadi sentralisasi kekuasaan
- Terbatasnya peranan pers
- Kebijakan politik luar negeri sudah memihak ke RRC (Blok Timur)
Akhirnya terjadi peristiwa pemberontakan G 30 September 1965 oleh PKI yang
menjadi tanda akhir dari pemerintahan Orde Lama.
3. Pelaksanaan demokrasi Orde Baru
(1966 – 1998)
Dinamakan juga demokrasi pancasila. Pelaksanaan demokrasi orde baru
ditandai dengan keluarnya Surat Perintah 11 Maret 1966, Orde Baru bertekad akan
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Awal Orde baru
memberi harapan baru pada rakyat pembangunan disegala bidang melalui Pelita I,
II, III, IV, V dan pada masa orde baru berhasil menyelenggarakan Pemilihan Umum
tahun 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997.
Namun demikian perjalanan demokrasi
pada masa orde baru ini dianggap gagal sebab:
- Rotasi kekuasaan eksekutif hampir dikatakan tidak ada
- Rekrutmen politik yang tertutup
- Pemilu yang jauh dari semangat demokratis
- Pengakuan HAM yang terbatas
- Tumbuhnya KKN yang merajalela
Sebab jatuhnya Orde Baru:
- Hancurnya ekonomi nasional ( krisis ekonomi )
- Terjadinya krisis politik
- TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan orba
- Gelombang demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk turun jadi Presiden.
4. Pelaksanaan Demokrasi Reformasi {1998 –
Sekarang).
Berakhirnya masa orde baru ditandai dengan penyerahan kekuasaan dari
Presiden Soeharto ke Wakil Presiden BJ Habibie pada tanggal 21 Mei 1998.
Masa reformasi berusaha membangun
kembali kehidupan yang demokratis antara lain:
- Keluarnya Ketetapan MPR RI No. X/MPR/1998 tentang pokok-pokok reformasi
- Ketetapan No. VII/MPR/1998 tentang pencabutan tap MPR tentang Referandum
- Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan Negara yang bebas dari KKN
- Tap MPR RI No. XIII/MPR/1998 tentang pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden RI
- Amandemen UUD 1945 sudah sampai amandemen I, II, III, IV
Pada Masa Reformasi berhasil menyelenggarakan pemiluhan umum sudah dua kali
yaitu tahun 1999 dan tahun 2004.
5. Pemilihan
Umum Sebagai Pelaksanaan Demokrasi
a. Pengertian Pemilihan Umum
Salah satu ciri Negara demokratis rule of law adalah terselenggaranya kegiatan
pemilihan umum yang bebas. Pemilihan umum merupakan sarana politik untuk
mewujudkan kehendak rakyat dalam hal memilih wakil-wakil mereka di lembaga
legislatif serta memilih pemegang kekuasaan eksekutif baik itu presiden/wakil
presiden maupun kepala daerah.
Pemilihan umum bagi suatu Negara demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik rakyat. Pemilihan umum memiliki arti penting sebagai berikut:
Pemilihan umum bagi suatu Negara demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik rakyat. Pemilihan umum memiliki arti penting sebagai berikut:
- Untuk mendukung atau mengubah personel dalam lembaga legislatif.
- Membentuk dukungan yang mayoritas rakyat dalam menentukan pemegang kekuasaan eksekutif untuk jangka tertentu.
- Rakyat melalui perwakilannya secara berkala dapat mengoreksi atau mengawasi kekuatan eksekutif.
b. Tujuan Pemilihan Umum
Pada pemerintahan yang demokratis, pemilihan umum merupakan pesta
demokrasi. Secara umum tujuan pemilihan umum antara lain :
- Melaksanakan kedaulatan rakyat
- Sebagai perwujudan hak asas politik rakyat
- Untuk memilih wakil-wakil rakyat yang duduk di lembaga legislatif serta memilih Presiden dan wakil Presiden.
- Melaksanakan pergantian personel pemerintahan secara aman, damai, dan tertib
- Menjamin kesinambungan pembangunan nasional
Pemilu 1955 merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia.
Waktu itu Republik Indonesia berusia 10 tahun. Dapat dikatakan pemilu merupakan
syarat minimal bagi adanya demokrasi.
Secara lebih jelas Juan J. Linz dan Alfred Stepan merumuskan bahwa suatu transisi
demokrasi berhasil dilakukan suatu negara jika
(a) tercapai kesepakatan mengenai prosedur-prosedur politik untuk
menghasilkan pemerintahan yang dipilih
(b) jika suatu pemerintah memegang kekuasaannya atas dasar hasil pemilu
yang bebas
(c) jika pemerintah hasil pemilu tersebut secara de facto memiliki otoritas
untuk menghasilkan kebijakan-kebijakan baru dan
(d) kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif yang dihasilkan melalui
demokrasi yang baru itu secara de jure tidak berbagi kekuasaan dengan lembaga-lembaga
lain.
Sementara itu dalam perspektif Larry Diamond, konsolidasi demokrasi
mencakup pencapaian tiga agenda besar, yakni :
(a) kinerja atau performance ekonomi dan politik dari rezim demokratis
(b) institusionalisasi politik (penguatan birokrasi, partai politik,
parlemen, pemilu, akuntabilitas horizontal, dan penegakan hukum)
(c) restrukturisasi hubungan sipil-militer yang menjamin adanya kontrol
otoritas sipil atas militer di satu pihak dan terbentuknya civil society yang
otonom di lain pihak.
8. Penutup
Sejak Indonesia merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara pada tanggal 17
Agustus 1945, para Pendiri Negara Indonesia (the Founding Fathers) melalui UUD
1945 (yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945) telah menetapkan bahwa Negara
Kesatuan Republik Indonesia menganut paham atau ajaran demokrasi, dimana
kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan Rakyat dan dilaksanakan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Dengan demikian berarti
juga NKRI tergolong sebagai negara yang menganut paham Demokrasi Perwakilan
(Representative Democracy).
Perkembangan demokrasi di Indonesia
dapat dilihat dari Pelaksanaan Demokrasi yang pernah ada di Indonesiai ini.
Pelaksanaan demokrasi di indonesia dapat dibagi menjadi beberapa periodesasi
antara lain :
1. Pelaksanaan demokrasi pada masa revolusi ( 1945 –
1950 )
2. Pelaksanaan demokrasi pada masa Orde Lama
a. Masa Demokrasi Liberal (1950 – 1959)
b. Masa Demokrasi Terpimpin (1959 – 1966)
3. Pelaksanaan demokrasi Orde Baru (1966 – 1998)
4. Pelaksanaan Demokrasi Reformasi {1998 – Sekarang)
Salah satu ciri Negara demokratis terselenggaranya rule of law dan kegiatan
pemilihan umum yang bebas. Pemilihan umum merupakan sarana politik untuk
mewujudkan kehendak rakyat dalam hal memilih wakil-wakil mereka di lembaga
legislatif serta memilih pemegang kekuasaan eksekutif baik itu presiden/wakil
presiden maupun kepala daerah.
Pemilihan umum bagi suatu Negara
demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik
rakyat. Dapat dikatakan pemilu merupakan syarat minimal bagi adanya demokrasi.
Pemilu 1955 merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu
itu Republik Indonesia berusia 10 tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar